DISCLAIMER, SENSASI 'TUKAR-TAMBAH' PENGUASA PEMERINTAHAN DAERAH

Editor: metrokampung.com

Opini Publik, Penulis: Igo Manurung 
(Direktur Nusatiga Institute)
Meskipun audit BPK telah menetapkan temuan Disclaimer tentang pemeriksaan keuangan Pemerintah Daerah, namun tetap status audit itu dijadikan DPRD kabupaten  dasar melegitimasi Ranperda LKPJ APBD TA 2017 untuk disahkan menjadi Perda. Ada kegemparan politik dan diduga persekongkolan buruk antara Eksekutif dan Legislatif dalam otoritas Pemerintahan Daerah.

Penguasa politik lebih memilih “Sensasi politik praktis yang oportunis, tukar-tambah kepentingan individual, dan berlangsung secara terbuka atas dasar hitungan kalkulasi untung rugi. Pengesahan tidak normal yang diperagakan para wakil rakyat serta dilansir media lokal maupun nasional menjadi tontonan publik. Kepala Daerah diwakilkan Sekretaris Daerah datang ke Parlemen terkesan memaksakan laporan keuangan yang jelas-jelas ditolak BPK. Hal ini dapat diartikan bahwa lembaran kertas tebal pertangungjawaban keuangan daerah yang seharusnya tidak layak uji, namun agar dianggap telah bekerja dan demi fungsi kelembagaan, laporan tetap diproses.

Padahal sudah sangat jelas status Disclaimer disebabkan adanya peyimpangan dan penyelewengan KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) di jajaran instansi Pemkab terkait transaksi pembelanjaan modal. Menurut Yudi Ramdan Budiman, Kepala Biro Humas dan Kerjasama Internasional BPK (detikfinance.com), mengatakan "Pada Prosesnya, auditor hanya menerima angka-angka yang merupakan realisasi belanja penerimaan dan utang dari sebuah instansi, tetapi tidak didukung oleh catatan atau dokumen". Misalnya, ketika ada belanja modal senilai Rp 500 juta untuk pengadaan barang atau material, akan tetapi catatan atas belanja maupun asetnya tidak tersaji, itulah dinamakan Disclaimer.

Pada hari Selasa , diruangan Paripurna DPRD , Semua fraksi partai politik dengan style parlente berkumpul di rumah rakyat dengan agenda pengesahan 'aksi 81' Penguasa dan jajarannya. Kelihatan wajah-wajah segar dan berseri dalam kondisi duduk berhadapan dengan utusan bupati, sembari membayangkan tumpukan 'lembaran merah' usai persidangan. Lembar-lembar kertas laporan keuangan yang sudah usang tersusun rapi diatas meja. Bak gadis bohai nan elok rupawan, setiap pasangan mata memandang LKPJ dengan ekpressi siap tuk dikupas. Memang situasi itu seakan-akan diskenariokan supaya terlihat menegangkan dengan harapan setiap yang mengikuti sidang larut dalam keseriusan.

Paripurna dibuka. Laporan Disclaimer atau status Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) oleh auditor BPK mulai disodorkan. Nota pandangan fraksi disampaikan, utusan parpol silih berganti mengutarakan pendapat. Kumpulan orang-orang bersepatu mengkilap yang mengklaim diri diutus oleh pemilik negeri, yaitu rakyat, seperti terlihat beradu argumentasi. Namun realitas sesungguhnya, manusia-manusia tanpa kepala yang tidak menggunakan rasional nya itu hanya bersilat lidah agar kelihatan serius diawal, akan tetapi berselingkuh di akhir sidang. Tidak sulit akal sehat kita bernalar, bahwa mereka ternyata ber asyik-masyuk melakukan sensasi senggama politik. Dengan dalil demi kesejahteraan warga masyarakat, oligarki kekuasaan jelas dan kontras. Koor kata sepakat pimpinan fraksi dewan yang terhormat menjadi keputusan yang tidak bisa ditawar-tawar. Tentu keputusan bersama dengan bubuhan tanda tangan setuju, tidak asal-asalan diputuskan. Dugaan semakin keras, bahwa pra-paripurna LKPJ APBD TA 2017 telah diatur.

Bila Ranperda disahkan menjadi Perda adalah "by agenda setting", maka politik sudah diresmikan sebagai urusan uang tunai. Ruang-ruang politik seharusnya diisi oleh akal sehat. Aspirasi rakyat hendaknya dimaknai demi KEADILAN DAN KESEJAHTERAAN orang per orang. Namun pada faktanya, politisi dangkal akan menafsirkannya sebatas legitimasi jumlah kursi di parlemen. Dalam urusan sistem politik, kita berhadapan dengan persekongkolan politik kartel yang memonopoli distribusi keuangan dan aset Kabupaten. Bahkan oligarki kekuasaan yang sesungguhnya, hanya melibatkan penguasa eksekutif dan ketua-ketua parpol yang saling menyogok, saling bergantung, dan saling mengintai.

Tidak mengherankan bila status Disclaimer dianggap hal biasa dan malah di apresiasi di daerah kabupaten. Bahwa para petinggi formasi Trias Politika diduga sudah bersepakat saling menutupi penyelewengan masing-masing kelembagaan. Regulasi atau perundang-undangan yang mengatur tupoksi dan wewenang hanya diucapkan sebatas pemanis bibir dalam penegakan hukum. Temuan Disclaimer BPK ketika diserahkan ke Inspektorat daerah, demi pemberantasan KKN, inspektorat daerah wajib menindaklanjuti dengan membentuk tim investigasi. Sesuai perintah bupati, dikarenakan inspektorat adalah badan pelaksana tugas bupati dalam hal Pengawasan Dan Pengendalian Tindak Lanjut Pemeriksaan Umum, maka temuan itu wajib ditelusuri.

Jadi, kunci penyelesaian Disclaimer ada ditangan Bupati. Sama halnya dengan DPRD Kabupaten sebagai fungsi pengawasan (control), dan juga kepolisian dan kejaksaan sebagai aparat penegak hukum, temuan Disclaimer yang menggerogoti keuangan negara wajib hukumnya untuk ditindak lanjuti. Juga kepada BPK dimintakan untuk tidak hanya sebatas mengeluarkan opini temuan pemeriksaan keuangan daerah, sepantasnya oleh perintah undang-undang maka BPK secepatnya membentuk tim investigasi. Bahwa BPK untuk menjaga wibawa dan kredible nya yang independen, diminta tanggap dalam rangka upaya pemberantasan KKN tetap ditegakkan.

Politik kartel yang tergantung pada uang menjelaskan persekongkolan kekuasaan. Hal ini tidak ada hubungannya dengan pertaruhan politik ideologi bagi parpol. Relasi personal para ketua partai telah menyelesaikan pertaruhan ideologi. Relasi itu tumbuh karena pelembagaan politik tidak berlangsung, dan proses kaderisasi seakan menjadi ide yang dihindari. Sistem kepartaian yang moderen dan sistem parlemen kita tumbuh karena kepentingan elitis individual. Pemahaman wakil rakyat tentang dalil-dalil bernegara tidak diajarkan di dalam partai politik. Maka tidak mengherankan ketika anggota parlemen/DPRD datang ke lembaga legislatif dengan pengetahuan “Parlementary Ethich”  yang kosong. Etika publik DPRD Kabupaten bukan merupakan prinsip politik parlemen. Bahwa seolah-olah ada kesibukan mengurus rakyat, tetapi hal itu hanya tampilan dalam upaya mempertahankan kursi politik dalam pemilu.

Politik bukan karena kesadaran untuk memberi pendidikan politik pada rakyat. Kita sekarang melihat gedung DPRD itu tidak lagi sebagai kebun bunga rakyat, akan tetapi rakyat lebih melihatnya seperti bayang-bayang sarang ular . Setiap kali anggota DPRD bersidang untuk mengetuk anggaran tahunan daerah, struktur APBD yang mereka sahkan selalu condong membengkak pada sisi pengeluaran rutin pejabat dan birokrasi ketimbang pada sisi pengeluaran pembangunan untuk kesejahteraan rakyat. Kita melihat kenyataan di desa maupun di kota, disudut-sudut hunian kumuh dan miskin, atau di lorong-lorong gelap kehidupan jalanan, suara-suara kesakitan, penderitaan, dan kelaparan adalah fenomena sosial yang amat sangat biasa kita temukan. Maka sangat mudah memahami bahwa indeks kesejahteraan dan kesehatan masyarakat kita tetap rendah karena diduga biaya renovasi kamar mandi dan wc bupati lebih didahulukan ketimbang membangun fasilitas pendidikan dan puskesmas. Dan selalu DPRD mensahkan anggaran konyol itu. Disclaimer adalah temuan realitas ketidakberesan Pemkab dalam mengelola anggaran daerah, ditambah fungsi legislatif bisa di tukar-tambah, serta lemahnya aparat penegakan hukum.

 Pola berpikir pejabat ABS (Asal Bapak Senang) dibudayakan demi jaminan aman sebuah jabatan. Beberapa karakter pejabat penyebab penyimpangan dan penyelewengan keuangan, seperti :
1. Motivasi dengan alasan ekonomi, tekanan dari atasan, selalu dipelihara.
2. Adanya kesempatan bagi pelaku penyimpangan disebabkan lemahnya sistem pengendalian internal inatansi, selalu terpelihara.
3. Kebiasaan kultur KKN yang terstruktur, sistemik, dan masif menjadi alasan tuk pembenaran diri.

Teori sosialisme mengatakan "KONDISI SOSIAL MENYADARKAN MANUSIANYA" adalah salah satu solusi pencerdasan di masyarakat agar sadar melihat kelakuan pemimpinnya yang tidak pro terhadap kesejahteraan rakyat. Bung Pramoedya berkata "AJARLAH PENGUASA DENGAN PERLAWANAN, DIDIKLAH RAKYAT DENGAN ORGANISASI" menjadi peringatan bagi kita agar lebih cerdas menjadi warga negara. Pakailah kebebasan demokrasi dengan menempatkan utusan terbaik di parlemen.
Bersambung......

Share:
Komentar


Berita Terkini