Surati Menhut, Bupati Labura Dinilai Kebablasan Tanggapi Program HTR Mandiri

Editor: metrokampung.com
Surat Bupati Labura ke Menhut RI terkait kawasan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Mandiri yang dikelola oleh Koperasi Tani Mandiri seluas 565 Ha di Desa Air Hitam Kecamatan Kualuh Leidong Labura.

Tanjungbalai, metrokampung.com
Menanggapi Bupati Labura yang menyurati Menteri Kehutanan (Menhut) RI terkait program Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas 565 Hektar yang berlokasi di Desa Air Hitam Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten Labura, Ketua Koperasi Tani Mandiri HM Wahyudi selaku pengelola HTR menilai bahwa Bupati Labura kebablasan menanggapi program HTR yang diberi izin oleh Menhut untuk melestarikan serta mengembalikan fungsi kawasan hutan yang saat ini dikuasai oleh oknum pengusaha menjadi perkebunan kelapa sawit.

"Setelah membaca isi suratnya, Bupati Labura sudah kebablasan menanggapi program HTR yang diberi izin menteri kehutanan tersebut. Kita menilai surat itu adalah untuk menutupi para pengusaha yang mengalihfungsikan kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, dengan alibi bahwa kawasan HTR saat ini adalah lahan masyarakat. Sementara masyarakat tidak ada yang komplin, "ucap Wahyudi saat diwawancarai metrokampung.com, Minggu (11/8) menanggapi surat Bupati Labura tersebut.


Perlu kami sampaikan sambung Wahyudi, penandaan batas kawasan HTR dilakukan oleh BPSKL dan KPH III tertanggal 27 Juni s/d 1 Juli 2019 bahwa luasan lahan HTR yang dikelola Koptan Mandiri di Labura seluas 565 Ha. Sementara luas lahan yang dikuasai pengusaha untuk perkebunan sawit 340 Ha, sisanya punya masyarakat.

"Selain itu juga bahwa menurut Pemkab Labura Koptan Mandiri tidak terdaftar dikementrian koperasi, padahal kita terdaftar  dengan NIK 1208060010047, " tukasnya.

Sehingga disimpulkannya bahwa dengan menyurati Menhut hanya untuk menutupi lahan dari para pengusaha perambah kawasan hutan, dan bukan dengan alasan bahwa kawasan HTR tumpang tindih dengan masyarakat. "Dilapangan kita ketahui bahwa lahan para perambah kawasan hutan yaitu pengusaha beretnis Tionghoa yang banyak menguasai kawasan hutan hingga puluhan hingga ratusan hektar dan masuk diarel HTR. Bukan masyarakat setempat," tegas Wahyudi.

Sebelumnya, Bupati Labura Kaharuddin Sitorus menyurati Menteri Kehutanan RI dengan Nomor 522/1196/Tapem/2019 tertanggal 22 Juli 2019 perihal tumpang tindih pencadangan HTR di Kabupaten Asahan denga Kabupaten Labura.

Beberapa poin isi surat tersebut diantaranya menerangkan, Koptan Mandiri Asahan tidak pernah terdaftar di Kabupaten Labura sebagai koperasi, Pemkab Labura tidak pernah menerbitkan surat usul perizinan HTR terhadap Koptan Mandiri Asahan, serta Batas antara Kabupaten Asahan dengan Labura sudah sampai pada kesepakatan dan pemancangan batas definitif pada tahun 2013, dan juga meminta agar meninjau ulang SK Menhut No. 163/Menhut-II/2008 tentang pencadangan areas HTR seluas 1.540 hektar di Kabupaten Asahan dengan tujuan untuk menghindari perselisihan antara masyarakat atas kegiatan Koptan Mandiri dilapangan.

Menanggapi hal itu, Ketua Koptan Mandiri kembali mengatakan bahwa Bupati Labura tidak memahami keberadaan izin menteri kehutanan yang melingkupi seluruh wilayah.

"Intinya Bupati Labura tidak memahami keberadaan izin menteri yang melingkupi seluruh wilayah bukan membatasi wilayah. Dan tumpang tindih yang katanya itu juga tidak sesuai dilapangan karena saat ini perkebunan pengusaha Cina semua yang berada dilahan HTR. Dilapangan masyarakat sudah terakomodir ikut program Koptan Mandiri, hanya tinggal lahan pengusaha Cina a/n Juke, Akiat, Ahan saja yang nggak kita ikutkan berhubung mereka itu pengusaha, "pungkasnya. (RS/MK)
Share:
Komentar


Berita Terkini