(Opini Publik Oleh : M.Sinaga
(Ketua LBH BaraJP Kab.Simalungun)
Salah satu dari tujuan dibentuknya BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) selain sebagai auditor adalah untuk “Memberikan keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai keuangan, Kewenangan BPK dalam melakukan audit terdiri atas seluruh kekayaan negara tanpa kecuali penafsiran BPK secara luas atas kewenangannya dalam melakukan pemeriksaan dilegitimasi oleh perubahan ketiga UUD 1945 terutama pasal 23E, 23F dan 23G.yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 23E (1) untuk memeriksa dan tanggungjawab tentang keuangan negara diadakan suatu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri. (2) hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, DPRD sesuai dengan kewenangannya.(3) hasil pemeriksaan tersebut ditindak lanjuti oleh lembaga perwakilan dan atau badan sesuai dengan Undang-undang.
Memperhatikan pada poin ke 3 diatas menyatakan hasil pemeriksaan tersebut ditindak lanjuti oleh lembaga perwakilan dan atau badan sesuai dengan undang undang, yang artinya tugas selanjutnya ada di DPR atau DPRD untuk menentukan hasil audit BPK akan dibawa ke mana, namun bila kita perhatikan sebagai contoh kasus dari hasil LHP BPK Kabupaten Simalungun Tahun 2017 yang dikeluarkan oleh BPK pada bulan Mei dengan hasil “DISCLAIMER atau TMP (Tidak Memberi Pendapat) semestinya menjadi prioritas Dewan dalam sidang paripurna dan meng evaluasi setiap temuan yang ada, dan tidak serta merta menjadikan nya Perda dan silahkan ungkap ke publik peran serta Legislator dalam menyikapi hasil LHP BPK tersebut dimana ada banyak item dari item laporan hasil audit BPK menyatakan Kerugian dan Potensi Kerugian Kas Daerah serta tindakan pelanggaran aturan administrasi yang berpotensi KKN.
Bila Kita buat alur audit yang dilakukan BPK kenapa hingga menghasilkan opini TMP (Tidak Memberikan Pendapat) atau “Disclaimer bisa kita gambarkan sebagai berikut, di mulainya audit oleh BPK dan proses audit dimulai dengan tidak ditemukannya semua bukti oleh auditor dan dampak yang mungkin atas salah saji yang tidak terdeteksi material dimana salah saji dengan material yang berdampak luas pada laporan secara keseluruhan sehingga akhirnya BPK tidak mampu memberikan opini, dengan kata lain opini TMP atau Disclaimer adalah sebuah ketidak tertiban dan ketidak patuhan dalam pembuatan laporan dan adanya dugaan tindakan penyelewengan baik administrasi yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan daerah dan juga cerminan betapa buruknya system administrasi oleh Eksekutif atau Kepala Daerah,jadi opini Dislclaimer itu adalah gambaran buruknya management pemerintah daerah dan yang membuat miris hal ini diduga di aminkan oleh anggota Dewan yang mulia
Sehubungan dengan penilaian kerugian negara tersebut yang dilakukan bukan hanya sebatas “Pengembalian Kelebihan Bayar dan Kekurangan Volume Pekerjaan , bila hanya ini yang dilakukan sama aja kita ini diajari analogi “Silahkan Mencuri asal jangan ketahuan dan bila ketahuan silahkan kembalikan. Jelas tidak akan menimbulkan efek jera bagi Predator dan semboyan Supremasi Hukum hanya menjadi pemanis bibir semata dan gagalnya Negara menjalankan “Hukum Sebagai Panglima Tertinggi . hal ini jelas mempertontonkan gagalnya usaha penyelamatan Kas Daerah Atau Keuangan Negara, seperti tertulis dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (“UU BPK”) menyatakan: “BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara
Sesuai dengan pasal 10 ayat (1) diatas seharusnya sudah cukup menjadi dasar awal penindakan secara hukum oleh APH (Aparat Penegak Hukum) ,Tentunya peran serta Legislator sangat diharapkan dalam hal ini sebagai penerima dan peng evaluasi hasil audit LHP BPK namun faktanya yang terjadi ada kesan malah menutupi hasil laporan audit tersebut....ada apa dengan Legislator??
Jika DPRD Kabupaten tidak ada melakukan tindakan lain selain hanya sebagai penanda tangan Ranperda dari hasil Audit BPK menurut pendapat saya bahwa Legslatif Kabupaten tidak mendukung kegiatan dalam pemberantasan KKN Serta Tidak ikut berperan serta dalam Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas keuangan Daerah, seharusnya Legislator Kabupaten mampu dan punya power dalam menentukan sikap dan tindakan yang tegas atas adanya berbagai dugaan tindak pidana korupsi atau hal hal yang mengakibatkan kerugian keuangan kas daerah dan bukan malah seolah olah tidak tahu menganggap masyarakat itu bodoh dan tidak faham, Legislatif posisinya bukan inferior dari Eksekutif yang selama ini banyak dipertontonkan kehadapan publik dimana terbungkamnya mulut mulut wakil rakyat yang masa bodoh dengan jeritan dan derita dari rakyat..... Wakil Rakyat seharusnya mampu menjadi representasi rakyat di rumah rakyat dan penyambung lidah rakyat dan aspirasi rakyat …selama memasuki 5 tahun terkahir masa jabatan para legislator sebaiknya segenap elemen masyarakat mempunyai pemahaman dan penilaian yang sama terhadap kinerja dan trackrecord mereka. Apakah tampil disaat Seremonial dan demi hal yang penuh gegap gempita auphoria saja atau tampilkah mereka diatas derita dan sengsara rakyat ?? … trus... wajarkah mereka dipilih lagi???