Samosir-metrokampung.com
Akibat kematian massal jutaan ikan milik petani keramba di perairan Danau Toba, tepatnya pada Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, kerugian ditaksir mencapai Rp 4 miliar.
Pelaksana Tugas Kepala Bidang Perikanan, Kabupaten Samosir, Jhunellis boru Sinaga menaksir jumlah kematian massal ikan di perairan Danau Toba mencapai 180 ton.
"Kalau dilihat dari seluruh jumlah sekitar 140 keramba. Jenis ikan mujair dan ikan mas dengan ukuran yang memang sudah siap panen. Kerugian ditaksir sampai dengan Rp 4 miliar. Karena ini bukan satu tapi ada 21 pemilik keramba," kata Jhunellis, Kamis (23/8/18).
Masih kata Jhunellis, kematian jutaan ikan itu diduga bukan karena virus. Dugaan sementara karena perubahan suhu dari dasar perairan ke permukaan sehingga ikan tidak maksimal untuk mendapatkan oksigen.
"Jadi kotoran di dasar itu atau limbah naik ke permukaan. Limbah yang dimaksud adalah sampah rumah tangga, hotel, dan pestisida. Kalau sisa dari pakan tidak ada karena pelaku usaha di sini memakai pakan terapung bukan jenis yang tenggelam," jelasnya.
Sementara itu, Pemkab Samosir masih melakukan penelitian terhadap peristiwa matinya jutaan ikan di perairan Danau Toba. Penelitian dilakukan terhadap air, pakan, dan ikan yang mati di perairan Danau Toba.
"Sejauh ini kami dari dinas pertanian mengimbau kepada para pelaku usaha perikanan terutama yang mengalami musibah karena kematian ikan sementara jaring-jaring itu dijemur kembali," pungkas Jhunellis.
Seperti diketahui, jutaan ekor ikan di keramba milik puluhan petani lokal mati mendadak. Kematian massal ikan di perairan Danau Toba terjadi pada Rabu (22/8/18). Perisitiwa matinya jutaan ikan di perairan Danau Toba bukan pertama kali terjadi. Bahkan, kematian massal ikan di Danau Toba sudah berulang-ulang. Tercatat pada 2004 ikan mati massal di kawasan Haranggaol karena virus herves koi. Lalu, pada Mei 2016, lebih dari 1.000 ton ikan mati, tetapi diinformasikan bukan karena penyakit. Pada awal 2017 juga terjadi kematian massal ikan di kawasan Tongging dan Silalahi.
Ini Penyebab Ratusan Ton Ikan Keramba Mati
Dinas Pertanian Kabupaten Samosir membeberkan dugaan penyebab ratusan ton ikan yang mati di Danau Toba sejak Selasa (21/8). Menurut mereka, kematian ikan secara massal di Kerambah Jaring Apung (KJA) karena debit air Danau Toba yang semakin menurun.
Sekretaris Dinas Pertanian Kabupaten Samosir Jhunelis Sinaga tidak menampik air Danau Toba memang mengalami penyurutan hingga empat meter dari biasanya.
Penyurutan Air Danau Toba menyebabkan kurangnya pasokan oksigen ke dalam, sehingga, suhu air danau berubah dan berpengaruh pada ekosistem ikan.
"Ada perubahan suhu dari dasar perairan hingga ke permukaan sehingga oksigen itu sangat berkurang," kata Jhunelis, Kamis (23/8/18).
Kedalaman kerambah juga menjadi soal. Saat ini pantauan Dinas Pertanian, kedalaman kerambah tidak mencapai 30 meter. Sesuai dengan peraturan yang sudah ditentukan. Kedalaman rata-rata kerambah hanya 10 meter.
Di Danau Toba memang banyak ditemui KJA. Namun hingga kini belum ada kebijakan kabupaten setempat untuk mengatur KJA. Bahkan saat ini, Samosir masih menyusun Rancangan Peraturan Bupati (Ranperbup) terkait izin usaha perikanan.
"Karena selama ini kan izin usaha perikanaan ini kan belum kita jalankan. karena masih semacam draft. Jadi nantinya kita akan imbau pada pemilik kerambah supaya mereka mau memindahkan kerambanya ke lokasi yang sudah diperuntukkan," katanya.
Selama ini Pemkab Samosir masih berpedoman dengan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 81 tahun 2014. Didalamnya terdapat peraturan tentang kedalaman untuk beternak ikan di danau. Kedalamannya minimal 30 meter sampai lebih.
Sayangnya itu tidak dituruti. Pemilik kerambah masih membuat jaring kerambah di kedalaman 10 meter.
Saat ini ada 9 kecamatan di Samosir yang memiliki kerambah. Paling banyak berada di kecamatan Pangururan.
Untuk sementara, Pemkab masih melakukan upaya evakuasi bangkai ikan. Bangkai ditarik menggunakan alat berat. Kemudian dikuburkan di seputar lokasi.
"Kepada pemilik keramba untuk dua bulan ini rehab dulu lah sekaigus mereka menjemur jaringnya dulu," tukasnya.
Lebih jauh lagi, Jhunelis menampik kalau endapan pakan ikan di dasar danau juga menjadi penyebab kematian. Karena dia mengklaim bahwasannya seluruh petani menggunakan pakan yang mengapung.
"Namun begitu kita tetap melakukan penelitian dengan membawa sampel air dan pakannya. Hasilya belum ada, karena dinas perikanan provinsi akan turun untuk mengecek hal tersebut," tandasnya.
Data sementara, ada 140 kerambah yang ikannya mati massal. Totalnya hingga 180 ton mujair dan ikan mas. Kerugian ditaksir mencapai Rp 4 miliar.(red)