BBM Bersubsidi Jenis Solar Banyak Diperuntukkan Ke Kapal Fisher di Tanjungbalai

Editor: metrokampung.com
ilustrasi

Tanjungbalai, metrokampung.com
Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Solar saat ini banyak dialihkan peruntukannya ke Kapal Fisher yang berukuran diatas seratus Gros Ton (GT) yang ada di Tanjungbalai. Pasalnya sesuai aturannya, peruntukan Solar bersubsidi itu hanya untuk kapal nelayan berukuran 30 GT kebawah. Sementara jumlah Kapal Fisher yang ada didaerah itu diperkirakan sebanyak 80 unit.

Akibat hal itu, nelayan tradisional selalu kesulitan mendapatkan solar bersubsidi dari Stasiun Pengisian Bahan bakar Nelayan (SPBN) atau di Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) hingga di Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) yang ada di Tanjungbalai. Bahkan BBM solar bersubsidi menjadi langka ketika setiap kapal Fisher menyuplay puluhan ton liter minyak untuk memenuhi kebutuhannya dalam sekali berlayar.

Hal itu dikatakan Hermansyah Chaniago (48) Ketua Lembaga Pemantau Penggunaan Keuangan Negara (LPPKN) Tanjungbalai saat diwawancarai metrokampung.com, Rabu (17/7), mengingat saat ini BBM solar bersubsidi mulai langka didapati di stasiun pengisia Tanjungbalai yang dikarenakan saat ini memasuki jadwal Kapal Fisher hendak berlayar mencari ikan diperairan antar pulau di Indonesia.

"Dari hasil pantauan kita selama ini, langkanya BBM solar bersubsidi sudah menjadi tradisi ketika Kapal Fisher bertonase ratusan GT dan membutuhkan BBM Solar sekitar 30 s.d 40 ton liter per unit, mau berlayar menangkap ikan antar pulau sekali dalam sebulan. Padahal peruntukannya sudah menyalahi aturan sesuai UU RI No. 22 tahun 2001, serta lembaran negara RI No. 136 tentang minyak dan gas bumi. Didalamnya tertuang peruntukan BBM baik yang bersubsidi dan non subsidi," ucap Herman.

Menurutnya, kesalahan peruntukan BBM solar bersubsidi itu akibat ulah dari para pelaku pelaku nakal/mapia minyak solar bersubsidi dalam hal ini termasuk pihak stasiun pengisian BBM bersubsidi yang hanya mementingkan keuntungan materi tanpa memikirkan nasib nelayan kecil. Dan jika dilihat dari sisi keuangan negara, lanjutnya, akibat ulah mapia minyak tersebut negara Indonesia telah dirugikan hingga Miliaran rupiah dalam sekali operasional kapal fisher itu.

"Dari harga Het solar bersubsidi Rp. 5.150,- per liter, dan oleh mapia menjual seharga Rp. 6 Ribu per liter ke kapal fisher. Seharusnya, sesuai ketentuan bahwa kapal fisher ini semestinya menggunakan BBM non subsidi (industri) seharga Rp. 9.800 perliter. Sehingga dalam hal ini negara telah dirugikan." sebutnya.

Oleh karena itu diharapkannya, pemerintah dan aparat terkait untuk lebih tanggap dan sigap dalam hal itu, yaitu dengan melakukan penertiban kepada para pelaku pelaku nakal/mapia BBM bersubsidi dan juga menindak para pengusaha kapal fisher yang ada didaerah Tanjungbalai.

"Dalam persoalan kesalahan peruntukan BBM Solar bersubsidi ini, sangat banyak berdampak pada masyarakat nelayan kecil. Selain itu juga negara dirugikan. Oleh karena itu, seharusnya pemerintah maupun aparat dan pihak terkait bisa lebih tanggap dan menertibkan oknum dan pihak yang hanya mencari keuntungan tanpa memikirkan dampaknya, " pungkasnya.(RS/MK)
Share:
Komentar


Berita Terkini