Bupati Zahir, Bahasa itu Budaya yang Bisa Menyusuf Kesemua Lini

Editor: metrokampung.com
IIyas Sitorus, Kadisdik bersama Dedy Iskardar Anggota DPD RI perwakilan Sumut saat menghadiri seminar  nasional bangsa.

Medan, Metrokampung.com
Bupati Batu Bara, Ir. H. Zahir, M.AP menghadiri acara Seminar Nasional Bahasa dan Sepeda Bangsa dengan tema dari Barus ke Barus Pemusatan Kebudayaan Melayu di Sumatera Utara Menangkal Gelombang Tsunami Kebahasaan, yang dilaksanakan oleh Balai Bahasa Sumatera Utara bertempat di Le Polonia Hotel jalan Jenderal Sudirman Medan, Kamis (20/02/20).

Dalam kesempatan itu Bupati Zahir yang di wakili oleh Kadisdik Batu Bara Ilyas Sitorus mengatakan kepada awak Media bahwa , seminar ini cukup bagus dan peserta sangat antusias dalam mengikutinya, karena materi yang dibahas selai  mengangkat sejarah peradaban Islam di Indonesia dan budaya Melayu Pesisir juga terkait bahasa di Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah.

Masih menurut Kadisdik Kabupaten batubara bahwa bahasa sebagai alat komunikasi secara genetis hanya ada pada manusia. Implementasinya manusia mampu membentuk lambang atau memberi nama guna menandai setiap kenyataan. Bahasa hidup di dalam masyarakat dan dipakai oleh warganya untuk berkomunikasi. Kelangsungan hidup sebuah bahasa sangat dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi dalam dan dialami penuturnya. Dengan kata lain, budaya yang ada di sekeliling bahasa tersebut akan ikut menentukan wajah dari bahasa itu, ujar Ncekli safaan akrab Ilyas.



Masih menurut Ilyas, Tapanuli Tengah, khususnya Kecamatan Barus, merupakan wilayah pesisir yang identik dengan Melayu. Selain itu seminar yang digelar ini juga membahas eksistensi Bahasa Indonesia dan kelembagaannya atas prakarsa tokoh Sumut Sanusi Pane.

Disamping itu juga ilyas mengatakan dalam seminar membahas dan menjelaskan potensi masyarakat Melayu Sumut sebagai patron nasional terkait budaya dan bahasa.  Bahasa itu budaya yang bisa menyusuf kesemua lini, maka hati-hati jangan mempermainkan bahasa, karena juga merupakan entitas bangsa. Lebih lanjut ilyas mengatakan Posisi wilayah Barus sebagai titik awal toleransi beragama dalam bermasyarakat menuju Indonesia yang beridentitas kebangsaan, makanya dalam seminar ini Balai Bahasa sengaja melibatkan banyak kalangan seperti unsur dari Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Kota se Sumatera Utara, unsur dari Akademisi Perguruan Tinggi Sumatera Utara, penggiat literasi dan budaya, Kepala BPIP, Anggota DPD-RI asal pemilihan Sumatera Utara, dan acara Seminar di buka oleh Plt. Wali Kota Medan IR. H. Akhyar Nasution, ujar Ilyas.

Setelah mendiskusikan fakta emferis perjalanan sejarah Bahasa Indonesia sebagai identitas ke Indonesiaan di seputar titik perkembangan Melayu ( Selat) Malaka, seminar nasional "Bahasa dan Sepeda Bangsa" ini merekomendasikan perlunya mata rantai sejarah yang terputus itu di sambungan dengan titik peradaban Barus di Sumatera Utara.

Seminar Nasional dipandu oleh Prof. Dr. Amri Saragih, MA, Ph.D dari Universitas Negeri Medan dengan pembicara Prof. Dr. Haryono, M.Pd., Wakil Kepala Badan Pengembangan Ideologi Pancasila Menurutnya, posisi Indonesia sedang dalam perangkap perang di abad 21. Perang itu, menurut Hariyono, bukan secara fisik, namun intelektual. Termasuk di dalamnya bahasa. Dengan menyerang bahasa, sebuah bangsa bisa kehilangan identitas dan semangat kebangsaan.

Hariyono, menghimbau agar peneliti Indonesia jangan mau mengirim karya ilmiahnya ke jurnal internasional. Menurutnya, hal itu akan merugikan bangsa Indonesia sendiri, yang enak mereka tanpa susah payah dapat mengetahui dan mengembangkannya. Karena mereka disuguhkan gratis. Mereka membaca karya kita dan bisa saja dikembangkan. Karena itu saya tak sepakat kalau peneliti kita berlomba mengirim ke jurnal internasional, ujar Hariyono.

sedangkan Dr. H. Dedy Iskandar, S.Sos, M.Hum, Anggota DPD RI asal Sumatera Utara menekankan, bahasa Indonesia yang diduga berasal dari bahasa Melayu Barus harus dikembalikan sebagai semangat kebangsaan. Namun sayangnya, pemerintah belum menggalinya lebih lanjut.

Masih menurut Dedy bahwa secara fisik bisa kita lihat misalnya prasasti Barus sebagai nol kilometer leradaban Islam Nusantara, yang dibangun sangat tidak menarik. Jadi terkesan masih setengah hati," kata Dedi.

Ditempat yang sama Kepala Balai Bahasa Sumatera Utara, Dr. Maryanto, M. Hum., menguraikan hasil seminar dalam bentuk rekomendasi untuk di tindaklanjuti melalui 1. Pemusatan kebudayaan Melayu di Sumut untuk mewujudkan keberagaman bahasa dan sastra Melayu sebagai warisan budaya bangsa Indonesia; 2. Pengusulan Sanusi Pane sebagai tokoh penggerak lahirnya bahasa "Persatuan" Indonesia dan penggerak berdirinya lembaga kebahasaan untuk menjadi pahlawan nasional. 3. Penyegaran memori kolektif Sumatera Utara sebagai daerah pertama kali ( tahun 1954 ), setelah NKRI lahir, untuk kembali menyelenggarakan Kongres Bahasa Indonesia pada tahun 2023 di Medan. 4. Penguatan organisasi kelembagaan bahasa di Sumut menjadi Balai Besar Bahasa Sumatera Utara agar lebih tangguh untuk menghadapi persaingan ideologi antar bangsa di bidang kebahasaan dan 5. Pembuatan peraturan perundag-undangan untuk menerapkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta lagu kebangsaan dan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 tentang Pengutamaan Bahasa Indonesia dan Perlindungan Bahasa Daerah dan Sastra Daerah.(MK/DS)
Share:
Komentar


Berita Terkini