Camat Kualuh Leidong dan Lurah Tanjung Leidong Diduga Sekongkol Garap "Tanah Perkuburan"

Editor: metrokampung.com

Kualuh Leidong, Metrokampung.com
Camat Kualuh Leidong dan Lurah Tanjung Leidong diduga merasa berkuasa sehingga dengan leluasa sekongkol dalam penggarapan tanah negara yang merupakan areal perkuburan Kristen dan Budha.

Adapun modus penggarapan tanah perkuburan Kristen dan Budha itu mereka lakukan dengan cara membuat anak main yang merupakan seorang Pegawai Negeri yang merupakan staff nya dikantor Camat Kualuh Leidong Bernama Dahlawi.

Dimana Dahlawi memiliki peran sebagai orang lapangan yang memerintahkan tukang babat bernama Aman untuk melakukan pembersihan tanah negara yang merupakan areal perkuburan Nasrani dan Budha tersebut.

Dahlawi ketika ditanyakan terkait pengkaplingan tanah negara yang merupakan areal perkuburan Kristen dan Budha mengatakan pada Metrokampung.com tidak ada lagi yang bisa kuberikan untuk dibagi lagi karena sudah habis karena itu sikit hanya 5 kaplingan, nanti la kalau ada lagi, karena Camat 1 Kapling, Lurah 1 Kapling, Aq 1 Kapling, Sipait 1 Kapling, dan ado satu lagi lupo aku namanya," ungkap Dahlawi.


Ketika dikonfirmasi Metrokampung.com, Aman menceritakan terkait pembabatan areal perkuburan Keristen dan Budha tersebut dengan mengatakan bahwa saya diperintah oleh Bapak Lurah Tanjung Leidong Gumbri, SE dan Dahlawi untuk membersihkan dengan ukuran 23 × 30, dengan upah sebesar Rp. 300.000 dan lalu Dahlawi mengkapling-kaplingnya dengan patok ditandai warna merah, yang mana masing-masing mereka memiliki 1 kapling tanah dari yang saya bersihkan seperti Lurah 1 Kapling, Camat 1 Kapling, Dahlawi yang merupakan orang suruhan 1 Kapling, kalau saya hanya dikasih tempat yang lokasinya berada diatas anak sungai yang akan dibuat surat tumpang tersebut.

Selain itu Lurah Tanjung Leidong Gumbri, SE juga meminta sejumlah uang sebesar Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) kepada masyarakat yang bertempat tinggal diatas sungai dengan modus untuk Surat Pembuatan Tumpang.


Anik salah satu masyarakat yang lokasi rumahnya bertempat tinggal di atas anak sungai berada dekat areal tanah perkuburan Keristen dan Budha mengatakan pada Metrokampung.com bahwasanya Lurah meminta uang sama kami sebesar Rp.1.000.000 (satu juta rupiah) untuk pembuatan Surat Tumpang dan apabila kami tidak memberikan uang itu secepatnya maka terpaksa kami harus digusur oleh Tensu, begitulah dikatakan Bapak Lurah Pak.

"Kami sangat keberatan Pak mengenai uang yang dipinta oleh Pak Lurah itu, sebab bagaimana kami mau membayarnya pak, kami orang susah apalagi ini anak kami mau masuk sekolah pasti juga sangat membutuhkan dana". Cetus Anik dengan raut wajah sedikit sedih.

Delima ketika ditanyakan juga mengatakan bahwa kami juga dimintai uang sebesar Rp.1.000.000 (satu juta rupiah) oleh Pak Lurah Gumbri, SE untuk pembuatan Surat Tumpang, tapi kami belum membayarnya karena kami tidak punya uang, apalagi inikan jaman susah, kalau menurut informasi ada juga yang sudah membayar.

Ketika media mempertanyakan kepada salah seorang masyarakat sekitar lokasi yang jati dirinya minta dirahasiakan oleh media, mengenai apakah Camat Kualuh Leidong mengetahui hal ini beliau menjawab bahwa pak camat seringnya lewat sini dan tidak mungkin bapak itu tidak melihat apalagi mengetahui, sementara disini kan yang dilapangan Pak Dahlawi yang merupakan staffnya dikantor Camat, pastilah beliau ada dapat bagian dari kaplingan itu.

Lurah Tanjung Leidong Gumbri, SE Ketika ditanyai Metrokampung.com Jum'at (3/7) terkait masalah pengutipan dan penggarapan tanah negara yang merupakan areal perkuburan Kristen dan Budha membenarkan bahwa beliau ada meminta uang sebesar Rp.1.000.000 (satu juta rupiah) kepada masyarakat yang memiliki rumah yang berada diatas anak sungai untuk keperluan pembuatan surat tumpang yang akan dikeluarkannya.

Lalu kemudian Metrokampung.com mencoba mempertanyakan kembali mengenai dasar hukum apa yang dipakai Lurah sehingga bisa membuat atau menerbitkan surat Tumpang, sementara lokasi tanah berada dalam areal kawasan hutan, apalagi ada himbauan yang sudah pernah disurati ke pihak Kecamatan Kualuh Leidong agar tidak menerbitkan surat keterangan tanah maupun ganti rugi tanah yang berada dalam areal kawasan hutan oleh Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara, ditambah lagi terkait masalah hutan kewenangan pemerintah daerah sudah dicabut dan diambil alih oleh pemerintah pusat, namun Lurah terdiam dan tidak memberikan jawaban sama sekali.

Camat Kualuh Leidong Aripin, S.Pd ketika dikomfirmasi melalui pesan Whats Up terkait tanah negara yang merupakan areal perkuburan Keristen dan Budha yang telah dikapling oleh staffnya Dahlawi atas perintah Lurah serta beliau mengetahui hal tersebut, sebagaimana hal tersebut juga dikatakan salah seorang Masyarakat, Tukang  Babat dan Dahlawi tersebut, hingga berita ini diterbitkan camat tidak memberikan penjelasan ataupun jawaban.(SR/MK)
Share:
Komentar


Berita Terkini