Kepala UPT Medan Utara Dinas SDABMBK kota Medan Terindikasi Penyelewengan Upah Lembur PHL

Editor: metrokampung.com
Kepala UPT Medan Utara Dinas  SDABMBK kota Medan. (ft/ist)

‎Medan, Metrokampung.com
‎Kepala UPT Medan Utara Dinas Sumber Daya Air Bina Marga Bina Konstruksi (SDABMBK) kota Medan, Kelana Putra di duga telah menyelewengkan upah lembur pekerja harian lepas (PHL). Dugaan penyelewengan upah lembur ini diungkapkan salah seorang PHL, Jumat (12/12/2025).
‎ 
‎"Sudah setahun ini kami menerima upah lembur tidak wajar. Bahkan kami tidak tau berapa hitungan upah lembur yang seharusnya kami terima",  ungkap salah seorang PHL yang tidak mau namanya disebutkan. 

‎Kami para PHL seperti biasanya masuk kerja pukul 07.30 wib - 17.00 wib. 
‎Jadwal lembur dilaksanakan setelah usai jam kerja. Setelah masuk jadwal lembur, PHL  disuruh berfoto oleh tim kreatif  yang dimulai pukul 19.00 wib. Kemudian foto dikirim ke admin lalu admin yg mengirim foto ke bagian yang khusus menangani kerja lembur, ujarnya.

‎Di UPT Medan Utara ada beberapa Tim, lanjutnya,  yaitu Tim Jalan, Tim Drainase, Tim Pohon dan Tim Unit Reaksi Cepat (URC) yang merupakan tim gabungan. Masing-masing tim punya tugas yang berbeda.  Contohnya, Tim drainase lembur pada saat hujan turun. Pekerjaan mereka untuk antisipasi banjir. Dan jika terjadi banjir maka tim harus turun untuk menyedot air. 
‎"Penyedotan tergantung volume air dan genangan air diupayakan semata kaki", sebutnya.

‎Sambungnya lagi, Jam lembur kami mulai dari pukul 19.00 wib - 23.00 wib. Upah lembur diterima per 3 bulan, kadang per 5 bulan tergantung kepala UPT nya lah kapan uang lembur diserahkan.
‎Per 3 bulannya,  5 sampai 7 kali kami lembur. Namun selama 3 bulan tetap yg dihitung 3 kali lembur.
‎Jika dihitung upah yang kami terima 3 x Rp.79 ribu = Rp  237.000. Dan dipotong lagi. Jadi yang kami terima Rp.210.000. Itulah upah lembur yang kami terima sebagai PHL. Upah lembur ini ditransfer ke rekening pribadi kami. Bahkan ada beberapa PHL yang hanya menerima upah lembur Rp.100 ribu per tiga bulan.

‎Dia mengatakan,  sebelum pencairan uang lembur,  PHL disuruh  meneken amprah. 

‎"Kami meneken saja dan didalam amprah jumlah nominal yang diteken sebesar Rp.79 ribu. Kami tidak  pernah tahu berapa jumlah uang lembur per jam nya,  apalagi uang makan yang sesungguhnya.
‎Kami disuruh teken yah kami tekenlah begitu juga tim lainnya", ucapnya.

‎Dikonfirmasi, Kamis (11/12/2025), Kepala UPT Medan Utara, Kelana Putra Sembiring mengatakan anggaran untuk upah lembur hanya cukup sampai 9 bulan. Hal itu disebabkan karena adanya efisiensi anggaran.
‎Uang makan sudah gabung dengan lembur sesuai peraturannya. Dan uang makan bukan setiap hari. Sesuai hari yg dibayarkan lemburnya, kata Kelana Putra yang disampaikan melalui pesan WhatsApp. 

‎Sementara ketika dikonfirmasi terkait upah lembur PHL, Plt Kepala Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, Bina Konstruksi (SDABMBK) kota Medan, Gibson Panjaitan malah balik bertanya.

‎" Atas nama siapa Yang lemburnya tidak sesuai bu biar nanti di cek dan di sesuaikan" tanya Gibson Panjaitan melalui pesan WhatsApp. 

‎Dikutip dari beberapa sumber, bahwa upah lembur untuk Pekerja Harian Lepas (PHL) dalam instansi pemerintah tidak termasuk dalam pos efisiensi anggaran, melainkan merupakan bagian dari belanja pegawai atau belanja operasional yang wajib dibayarkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 
‎Pembayaran upah lembur bagi PHL (yang statusnya setara dengan pegawai non-ASN/tenaga kontrak di pemerintahan) adalah kompensasi yang sah atas pekerjaan yang dilakukan di luar jam kerja resmi dan telah dianggarkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA/DPA) satuan kerja berkenaan. Penganggaran ini didasarkan pada kebutuhan riil dan harus dibayarkan sesuai peraturan yang berlaku, seperti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai Standar Biaya Umum atau peraturan daerah terkait.

‎Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang tidak memberikan upah lembur kepada Pegawai Harian Lepas (PHL) sesuai aturan dapat dikenai sanksi pidana dan denda berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan. 

‎Sanksi Hukum 

‎Meskipun PHL bekerja di instansi pemerintah, hubungan kerjanya pada umumnya tunduk pada hukum ketenagakerjaan, bukan hukum administrasi negara untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS). Oleh karena itu, sanksi yang berlaku mengacu pada regulasi mengenai pengupahan.
‎Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha (dalam hal ini, kepala UPT sebagai representasi pemberi kerja) yang melanggar kewajiban pembayaran upah lembur dapat dikenakan sanksi: Sanksi Pidana Penjara: Paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun. Denda: Paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta. 

‎Aturan ini berlaku karena membayar upah (termasuk upah lembur) lebih rendah dari yang seharusnya atau tidak membayar sama sekali merupakan pelanggaran terhadap hak normatif pekerja yang dijamin oleh undang-undang. (Ra/BBS/mk)
Share:
Komentar


Berita Terkini