Dugaan Penggunaan Kawasan Hutan Tanpa Izin oleh Korporasi, Gakkum DLHK Sumut Berikan Penjelasan Hukum

Editor: metrokampung.com

Sumatera Utara, metrokampung.com
Dugaan pelanggaran hukum oleh salah satu korporasi, CV. J,A terkait aktivitas kebun kelapa sawit di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) tanpa izin pelepasan kawasan hutan (PPKH) di wilayah Desa Bosar Nauli, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun, mendapat sorotan dari Lembaga Hukum dan Lingkungan (BAKUMKU).

Kasus ini bermula dari adanya surat yang berisikan penjelasan status lahan yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah II tertanggal 18 September 2024. 

Menindaklanjuti surat tersebut, BAKUMKU melakukan koordinasi langsung ke kantor UPTD KPH Wilayah II dan bertemu dengan pejabat Kasi Perlindungan Hutan Pemberdayaan Masyarakat, T. Siahaan di Jalan Gunung Simanuk-manuk, Kecamatan Siantar Barat, Kota Pematangsiantar.

Selanjutnya, isu ini berkembang dalam sebuah diskusi hukum melalui percakapan daring (WhatsApp) pada Selasa (8/7/2025) antara Ketua Umum BAKUMKU, Dapot Hasiholan Purba, S.H dan perwakilan Penegakan Hukum (Gakkum) dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (DLHK Provsu), Zainuddin.

Dalam pernyataannya, Zainuddin menjelaskan bahwa pengelolaan kawasan hutan tanpa izin yang sudah terlanjur terbangun diatur dalam Pasal 110 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) serta Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021.

Ia juga menegaskan bahwa penanganan kasus seperti ini berada di bawah kewenangan pemerintah pusat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang pembentukan Tim PKH (Penggunaan Kawasan Hutan).

Menanggapi hal itu, Dapot Purba menyampaikan bahwa jika korporasi terbukti melakukan aktivitas di kawasan hutan tanpa izin, maka dapat dikenai proses hukum berdasarkan Pasal 50 jo. Pasal 78 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, serta Pasal 17–18 jo. Pasal 94 UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H).

Ia juga mengingatkan bahwa apabila terdapat pencemaran atau kerusakan lingkungan, maka korporasi dapat dikenai sanksi tambahan sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), termasuk kemungkinan pertanggungjawaban pidana korporasi.

Zainuddin menekankan bahwa pemidanaan hanya dapat dilakukan apabila kawasan tersebut telah memiliki kepastian hukum sebagai kawasan hutan yang telah ditetapkan secara sah oleh pemerintah. Ketentuan ini mengacu pada Pasal 14 dan 15 UU Kehutanan.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa apabila perusahaan memiliki alas hak atas tanah yang diakui oleh negara, maka persoalan tersebut dapat dikategorikan sebagai sengketa keperdataan, bukan tindak pidana.

“Dalam penerapan hukum, kita tetap harus berpegang pada asas kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Oleh karena itu, setiap persoalan perlu ditelaah secara komprehensif,” ujarnya.

Meski begitu, Zainuddin menambahkan bahwa dalam proses pembuktian hukum, keterangan ahli tetap menjadi alat bukti yang sah dan dalam beberapa kasus memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dokumen tertulis.

Status Legalitas dan Peran Keterangan Ahli
Dapot Hasiholan mempertanyakan perlunya keterangan ahli apabila kawasan yang dimaksud telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri LHK Tahun 2021. Menurutnya, dokumen penetapan kawasan hutan seharusnya menjadi pedoman utama yang bersifat final dan mengikat secara hukum.

“Jika sudah ada SK penetapan kawasan hutan, maka secara yuridis formil kawasan tersebut sah sebagai hutan negara,” tegas Dapot.

Perkara Pernah Ditangani Polisi
Zainuddin mengungkapkan bahwa perkara ini sebelumnya sudah pernah ditangani. Ia menyatakan bahwa perkara ini pernah saya dijumpai oleh penasehat hukum masyarakat sekitar dan telah ditindaklanjuti oleh penyidik polri.


“Kami juga menyarankan agar pihak masyarakat menghadirkan keterangan ahli di bidang kehutanan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan guna memberikan keterangan yang meringankan,” jelasnya.

Ia berharap perkara tersebut mendapatkan putusan hukum yang adil.

Desakan Transparansi dan Penindakan Tegas
Dapot Hasiholan mendesak Gakkum DLHK untuk bertindak tegas dengan menyusun berita acara atau notulen resmi atas dugaan pelanggaran tersebut. Ia menegaskan bahwa berdasarkan informasi dari pejabat UPTD KPH Wilayah II kawasan tersebut telah secara resmi sudah ditetapkan sebagai kawasan hutan.

“Penetapan kawasan sudah jelas dan seharusnya itu menjadi acuan utama,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, Zainuddin menyatakan bahwa meskipun benar kawasan tersebut telah ditetapkan, kehadiran keterangan ahli tetap penting untuk menghindari multitafsir nantinya.

“Benar bang tetapi alat bukti tidaklah hanya surat sesuai dalam urutannya pada pasal 184 keterangan ahli lebih tinggi daripada surat,” tutup Zainuddin. (Red**)
Share:
Komentar


Berita Terkini