Dugaan Kasus Korupsi Bapeten Menuai Polemik Berkepanjangan

Editor: metrokampung.com
Gedung Bapeten di Jakarta. 

Jakarta-metrokampung.com
Gurita korupsi di republik ini belum usai,  kini giliran kantor Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) yg menjadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Hal ini di lontarkan Togap Marpaung dalam info via _whatts app_ kepada sejumlah wartawan kamis (24/1/2019) di Jakarta.

Pasalnya, kata Togap, yang adalah Pejabat Fungsional Pengawas Radiasi Madya pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) mendatangi kantor KPK di Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan pada kamis (1/11/2018).

Dirinya bertujuan meminta KPK agar memenuhi janjinya dalam koordinasi dan supervisi kasus dugaan korupsi pengadaan barang di Bapeten tahun anggaran 2013 silam.

Mereka pernah mengadukan dugaan kasus korupsi pengadaan barang pada kantor Bapeten tersebut kepada KPK pada tanggal 19 Januari 2016 dan dibalas pihak KPK pada tanggal 17 Februari 2016.

Namun, hanya sebagai bahan untuk koordinasi dan supervisi. "saat itu, kasusnya sedang ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Metro Jaya.
Akan tetapi, ada dugaan, laporan tersebut tidak ditindaklanjuti lebih jauh oleh Polda Metro Jaya.

Tak kunjung ditindak lanjuti, Togap  meminta KPK supaya melaksanakan tugasnya dengan penuh percaya diri dalam hal koordinasi dan supervisi terhadap laporan tindak pidana dugaan korupsi yang dilaporkanya sesuai surat KPK Nomor: R-528 /40-43/02/2016 tertanggal 17 Februari 2016," terangnya. 

Dirinya mulai pesimis terhadap komitmen KPK karena tidak menjalankan tugasnya dengan baik dalam melakukan koordinasi dan supervisi terhadap kasus tersebut dengan Polda Metro Jaya.

"Padahal dalam Surat pemberitahuan Hasil Penyelidikan dengan Nomor: B/446/II/2018/Dit. Reskrimsus Polda Metro Jaya tertanggal 15 Februari 2018 disebutkan empat poin yang menjadi hasil penyelidikannya.

Poin pertama adalah Penyidik Polda Metro mengakui bahwa terdapat tindakan yang melanggar hukum dalam proses pengadaan barang berupa alat DCVD, peralatan laboratorium radiasi, dan peralatan security yang menurutnya pengadaan barang paket 1,2, dan 3.

Hasil dari penyidikan adanya pelanggaran hukum tersebut, ditemukannya kerugian keuangan negara sebesar Rp3,5 miliar sesuai dengan hasil audit investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Selanjutnya pada poin kedua disebutkan, bahwa tidak ditemukannya kemahalan harga (mark-up), kemudian pada poin ketiga menyebutkan spesifikasi barang berfungsi sebagaimana mestinya, sementara poin keempat malah menyebutkan bahwa kerugian negara berdasarkan perhitungan auditor investigasi telah dikembalikan ke negara.

Karena telah dikembalikan, maka kasus tersebut tidak bisa dilanjutkan ke tahap penyidikan. Padahal, pengembalian uang berupa kerugian negara tidak menghilangkan kasus hukumnya.

"Saya ingin agar KPK meminta penjelasan Polda Metro Jaya perihal  pengembalian kerugian negara Rp3,5 M, mengapa dikembalikan? Disimpan atau disetorkan kemana dan mengapa kebijakannya demikian? Apakah itu bukan suatu pelanggaran, mengapa kasusnya didiamkan dan tidak ditingkatkan ke penyidikan. Kami selaku whistleblower merasa aneh dengan cara seperti itu," jelas Togap.

Ia menambahkan, bahwa kedatangannya ke KPK buntut dari tidak diresponnya surat yang dikirimnya kepada Kapolri, Kabareskrim, dan Kapolda Metro Jaya pada tanggal 6 September 2018. Dia mengaku hanya Kompolnas dan Ombudsman yang merespon pengaduannya tersebut.

Sudarto, Besar dan Togap melaporkan kasus tersebut pertama kali ke KPK sekitar Juni 2014. Namun, laporan tersebut tidak diterima KPK dengan alasan tidak memiliki bukti yang lengkap, terutama terkait nilai kerugian keuangan negaranya.

Ironisnya,  kata Togap "KPK pernah menolak pengaduanya beserta rekannya Sudarto dan Besar Winarto hingga melaporkan kasus tersebut ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareksrim Polri tertanggal 16 September 2014.

Lama diendapkan, laporan tersebut akhirnya dilanjutkan, akan tetapi dilimpahkan ke Polda Metro Jaya pada tanggal 31 Juli 2015. Namun, setelah mendalaminya, penyidik menyimpulkan adanya pelanggaran hukum tetapi tidak menaikkannya ke penyidikan dengan alasan karena uang kerugian sudah dikembalikan.

Untuk di ketahui nilai dari proyek yang dilaporkannya tersebut adalah Rp30 miliar. Dimana anggaran untuk paket pertama yakni alat Digital Cerenkov Viewing Device senilai Rp2.279.200.000, paket kedua peralatan Laboratorium Radiasi senilai Rp17.662.150.000, kemudian paket ketiga peralatan Security senilai Rp1.408.000.000.

Selain pengadaan barang tersebut, Togap dan kawan-kawan juga melaporkan dugaan tindak pidana korupsi lainnya untuk pengadaan barang paket keempat hingga ketujuh di Bapeten pada tahun 2013. Namun, untuk paket ini, BPKP sedang menginvestigasi untuk mengaudit kerugian keuangan negara.

Untuk memuluskan laporannya tersebut, Togap juga telah menempuh langkah berikutnya, seperti beraudiensi dengan Ombudsman Republik Indonesia, Komisi Kepolisian Nasional, dan bahkan telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo kata Togap.

Gayung bersambut, permohonan Togap dan kawan-kawan disambut oleh Jokowi melalui surat yang dikirimkan oleh Kementerian Sekretaris Negara.

Dalam surat tersebut, Jokowi meminta kepada aparat penegak hukum yang menangani kasus tersebut untuk memprosesnya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Karena itu, dia juga sangat mengapresiasi kebijakan Jokowi yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor. 43 Tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyakat melaporkan dugaan korupsi.

Dalam PP tersebut dijelaskan, pelapor kasus korupsi akan diganjar dengan penghargaan berupa diberikan piagam dan uang maksimal Rp200 juta.(rel/mk)

Share:
Komentar


Berita Terkini