Jadikan Sektor Budidaya Perikanan Produktif, Mensejahterakan, dan Berkelanjutan

Editor: metrokampung.com
Aktivis dan Pemerhati Pembangunan Toba, Sogar Manurung Didampingi Rekannya L, Pardede. 
Porsea, metrokampung.com
Aktivis dan pemerhati pembangunan Tobasa Sogar Manurung, pada kurun 1978-1981 para akademisi secara reguler sering mendiskusikan tentang bagaimana menjadikan perikanan sebagai sektor pembangunan (ekonomi) yang bergengsi dan mampu berkontribusi signifikan bagi terwujudnya Indonesia yang maju, adil-makmur, dan berdaulat.

Sebuah sektor pembangunan bagi investasi pembudidaya ikan, pengolah hasil perikanan, dan stakeholders perikanan lainnya bisa hidup makmur dan sejahtera, seperti halnya mereka yang bekerja di sektor perminyakan pada waktu itu.

Sektor pembangunan yang mampu menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar dan dapat memenuhi kebutuhan ikan dan produk perikanan untuk konsumen (pasar) domestik maupun ekspor.

Kemudian sektor ekonomi yang bisa mendulang devisa yang besar, dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas secara berkelanjutan.

"Kita harus yakin, kata Sogar Manurung pada kamis (11/6/2020), bahwa seluruh rakyat Indonesia, terutama masyarakat perikanan pun mendambakan sektor perikanan itu. Visi (mimpi) tentang profil sektor perikanan tersebut disyahkan menjadi agenda perjuangan mahasiswa perikanan se-Indonesia pada Kongres Mahasiswa Perikanan Indonesia Pertama pada Juli 1979.

Mengingat tiga perempat wilayah NKRI berupa laut  dan sekitar 30 persen wilayah daratnya pun berupa ekosistem perairan (seperti rawa, sungai, danau, dan bendungan) dengan potensi produksi perikanan yang luar biasa besar.

Landasan pembangunan sebagai dasar  adalah prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yakni, paradigma pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkualitas serta kesejahteraan seluruh rakyat secara berkeadilan dan secara simultan menjaga keberlanjutan dari ekosistem perairan darat, beserta segenap sumber daya alam dan jasa-jasa alam yang terkandung di dalamnya.

Era Kabinet Indonesia Kerja, Salah satu terobosan kebijakan dan lompatan kecemerlangan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla (Kabinet Indonesia Kerja, 2014-2019) yang mendapat apresiasi dan antusiasme publik adalah menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia (PMD). Yakni, Indonesia sebagai negara maju, sejahtera, dan berdaulat berbasis ekonomi kelautan dan hankam serta budaya maritim.

Untuk mewujudkan PMD, Presiden Jokowi membentuk Kemenko Maritim. Hasilnya, di sektor pariwisata bahari, peruhubungan laut (pelabuhan dan kapal angkut), ESDM di wilayah pesisir dan lautan, dan industri dan jasa maritim lebih menggeliat dan membaik.

Sayangnya, aspek daya saing, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan, pengolah, pedagang, dan stakeholders Perikanan lainnya kurang mendapat perhatian, bahkan cenderung seolah terhambat.

Parahnya lagi aturan yang dibuat berlaku surut, sehingga memberikan dampak kerugian dan trauma bagi para pengusaha perikanan yang telah membantu pemerintah dalam melakukan investasi besar dan membangun infrastruktur perikanan yang cukup rumit.

Selama lima tahun terakhir, komunikasi dan sinergi Perikanan dengan Kementerian dan Lembaga Pemerintah lain, Pemerintah Daerah, pembudidaya, dan pengusaha pun sangat buruk.

"Saling curiga, semua pengusaha perikanan dituduh jahat, nelayan dicap tidak jujur, karena stigma negatif lainnya yang dituduhkan kepada stakeholders Kelompok Perikanan. Faktanya, pengusaha dan stakeholders Kelompok Perikanan lainya, yang baik dan sukses itu jauh lebih banyak ketimbang yang ‘nakal’.

Namun untuk memberhentikan yang ‘nakal’ tersebut, Pemerintah malah menyamaratakan semuanya sehingga ibarat mau menangkap tikus dalam rumah, rumah tersebut seluruhnya dibakar.

"Selain itu, Badan Litbang dan Badan Pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia) digabung menjadi satu eselon satu. Padahal, sejarah dan fakta  membuktikan, bahwa tidak ada sektor pembangunan yang maju dan mampu berkontribusi maksimal bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsanya, bila karya hasil litbang (inovasi) dan kualitas SDM-nya rendah.

Untuk memperbaiki kebijakan Perikanan yang keliru dan salah arah diatas, Presiden pun akhirnya menerbitkan Inpres No. 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional.

Yang intinya adalah menginstruksikan Menteri Kelautan dan Perikanan supaya merevisi semua peraturan dan perundangan yang menghambat investasi dan bisnis di sektor Kelautan dan Perikanan yang berdampak negatif terhadap kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan, dan masyarakat perikanan lainnya.

Selain itu, memerintahkan seluruh Menteri, Kepala Lembaga Pemerintahan yang terkait agar mendukung Menteri Kelautan dan Perikanan dalam menjalankan Inpres tersebut.

Era Kabinet Indonesia Maju akhirnya, di periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi bersama Wapres KH. Ma’ruf Amin (Kabinet Indonesia Maju, 2019-2024), Bapak Edhy Prabowo diangkat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru.

Selain lima visi Presiden (peningkatan daya saing dan pertumbuhan ekonomi berkualitas, melanjutkan pembangunan infrastruktur, membangun SDM unggul, transformasi struktur ekonomi dari berbasis komoditas ke inovasi dan produk industri bernilai tambah, dan reformasi birokrasi serta iklim investasi/Omnibus Law), Presiden juga memberikan dua instruksi khusus, yakni memperbaiki komunikasi dan sinergi dengan seluruh pemangku kepentingan Kelautan dan Perikanan dan pengembangan perikanan budidaya.

Sebelum suatu kebijakan Peraturan Menteri dan regulasi lain dikeluarkan, harus dimusyawarahkan (konsultasi publik) dengan dan disosialisasikan lebih dulu kepada stakeholders Kelautan dan Perikanan.

Maka, ke depan kebijakan dan program pembangunan sektor Perikanan harus mampu: (1) mengatasi sejumlah permasalahan internal sektor Perikanan; (2) berkontribusi signifikan dalam pemecahan permasalahan bangsa; dan (3) meningkatkan pendayagunaan potensi pembangunan Perikanan untuk mewujudkan Indonesia yang maju, adil-makmur, dan berdaulat sesuai RPJM Jokowi 2019 - 2024 urainya tegas.  (e/mk)
Share:
Komentar


Berita Terkini