Pakpak Bharat, metrokampung.com
Tahun 2022 Dinas Pertanian Pakpak Bharat direncanakan bakal menggelontorkan Anggaran Rp 10 miliar untuk keperluan membeli alat berat seperti escavator dan traktor, kabarnya Alat yang bernilai fantastis bagi kalangan masyarakat Pakpak Bharat ini akan dipergunakan untuk food estate atau lumbung pangan.Pembelian alat berat tersebut sudah diusulkan dinas pertanian untuk disahkan para anggota DPRD Pakpak Bharat.
Namun pembelian alat berat tersebut pun sempat menjadi bahan kritikan anggota DPRD Pakpak Bharat, Dalam paripurna penyampaian nota jabawan bupati atas pandangan DPRD tentang RAPBD, pada Kamis 25 Nopember 2021 diruang sidang paripurna terdengar salah seorang Anggota DPRD kabupaten Pakpak Bharat mengusulkan pembelian alat berat seogiyanya seharusnya belum diusulkan mengingat persoalan Lahan food estate belum tuntas hingga saat ini.
Kebijkan memang tentunya harus Dipikirkan secara matang oleh pemerintah,Belakangan terkait Belanja Alat berat Dinas pertanian dengan 10 M,kritikan pun muncul dari berbagai element masyarakat.
Pemerhati pembangunan Pakpak Bharat Anna Martina Sinamo menilai pembelian alat berat yang diperkirakan mencapai Rp10 miliar tersebut kurang relevan mengingat pandemi covid 19 Masih menjadi misteri ditengah tengah masyarakat.
Anna berpendapat bahwa mengingat kondisi saat ini semua harus by proses mana yang lebih menyentuh Kepentingan Masyarakat mana yang belum terlalu.
"Semua memang harus by proses, sebagus-bagusnya sebuah UU haruslah dilaksanakan melihat kondisi dan keadaan lapangan," ungkapnya via telepon (26/11/2021).
" Saya salah satu yang tidak terlalu setuju dengan UU ciptaker itu karena dengan UU Ciptaker itu dipakai sebagai legal standing Food Estate di kampung saya seluas 8729 Ha," tambahnya tegas.
Menurutnya lagi, pemerintah kabupaten Pakpak bharat saat ini tentunya harus lebih fokus untuk pemulihan ekonomi, Kalau membeli alat-alat berat saat ini menurutnya kurang etis, sebab masih ada Alat berat yang masih layak untuk dipergunakan,apalagi Tujuan Daripada program tersebut harus mengorbankan Hutan Lindung maupun hutan Adat istiadat yang telah lama ini dijaga ataupun telah diwariskan oleh nenek moyang dulu.
"Hutan perawan yang menyangga air danau toba harus dikorban demi Food Estate yang menghasilkan kentang, bawang putih, bawang merah sementara yang akan bekerja di sana adalah orang yang memiliki kompetensi khusus dan 7 konglomerat jadi out taker untuk 3 produk itu," ujarnya.
Sebenarnya untuk siapa FE itu dibuat? Layakkah hutan yang berusia ratusan tahun dibabat demi kentang dan bawang?
Saya sebagai anak kandung pemilik hak ulayat tidak bersedia menyerahkan lahan itu demi ambisi yang tidak berdampak pada suku dan budaya kami.
Mata pengusaha dengan mata kami sebagai rakyat jelata memang berbeda. Kelestarian alam dan budaya itu adalah keinginan dan harapan kami.(vikram/mk)