Konservasi dan Normalisasi Daerah Tangkapan Air Danau Toba 'Dituding' Sebagai Modus Penipuan dan Penggelapan Para Oknum Pejabat PT. Inalum Persero dan Perum Jasa Tirta I

Editor: metrokampung.com
James Trafo, ST

Porsea, metrokampung.com
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 menetapkan Hari Konservasi Alam Nasional setiap tanggal 10 Agustus. Peringatan ini merupakan salah satu upaya dalam mengingatkan masyarakat bahwa konservasi adalah bagian penting dalam pembangunan. Sehingga konservasi alam senantiasa berlanjut dan dipertahankan untuk pemenuhan kebutuhan di masa sekarang dan mendatang.  

Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) juga memiliki tujuan untuk mengedukasi masyarakat dalam upaya menyelamatkan ekosistem alam. Bahkan, Tema yang diusung pada (HKAN)  augustus tahun 2022 lalu adalah “Amertha Taksu Abhinaya” yang bermakna Memulihkan Alam untuk Masyarakat Sejahtera di Karangsewu Bali Barat. 

Untuk diketahui, "Nilai Ekonomi Sumber Energi Hidro Yang Dihasilkan Dari Danau Toba Wajib Dikembalikan PT. Inalum Persero Dan Perum Jasa Tirta I Ke_kawasan Daerah Tangkapan Air Danau Toba  Berupa Alokasi Konservasi Dan Normalisasi. Ratusan Milyar Rupiah Jumlahnya".

Para oknum pejabat PT. Indonesia Asahan Aluminium dan Perum Jasa Tirta I tidak beritikad baik dalam melaksanakan Konservasi dan Normalisasi di_kawasan Danau Toba Khususnya Kabupaten Toba.
Konservasi dan Penghijauan pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba, bahkan telah terikat dalam Perjanjian Kerjasama Tripartit antara PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero), Perum Jasa Tirta I dan Pemerintah Kabupaten Toba (tahun 2021). 

Keberlangsungan kegiatan konservasi Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba berupa kegiatan penanaman pohon yang diharapkan dapat mengembalikan fungsi DTA sebagai daerah penyangga ketersediaan dan kestabilan level air Danau Toba dengan elevansi maximun 905 meter diatas permukaan laut (mdpl) dan minimum 902 mdpl. 

Pengawasan pada program konservasi itu terlihat sangat lemah hingga Kejanggalan yang di pertontonkan. Para Pegiat lingkungan merasakan perbuatan tipu-tipu para pihak terkait dalam kerjasama Tripartit termasuk oknum Pejabat Pemerintah Kabupaten Toba, dan oknum  staff Manajemen kedua Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perum Jasa Tirta I dan PT. Inalum (Persero).

Mengulang kembali Listrik 2 Mega Watt dari PT Inalum untuk elektrifikasi Masyarakat Porsea dan Balige setelah 30 Tahun baru ditindaklanjuti (tahun 1981 sampai 2011), hal itu telah mempertontonkan terjadinya penyimpangan dalam cara pembayaran yang tidak fair "ungkap James Trafo Sitorus, ST di Quality Time Cafe Porsea dikutip Minggu (18/9/2022).

Perjanjinan Listrik 2 MW hanya sebatas diatas kertas dan ujung-ujungnya melukai perasaan Masyarakat Porsea dan Balige karena diakhir masa Konsorsium Nippon Asahan Aluminium (NAA) sebagai pemilik saham mayoritas PT Inalum telah berlalu begitu saja tanpa meninggalkan kesan yang patut dibanggakan. 

"Konsorsium NAA dari negara Jepang tidak tahu cara berterima kasih kepada masyarakat sekitar PLTA PT Inalum".
Pasca Take over  tahun 2013 PT Inalum (Persero) menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Serta  ada komitmen kontribusinya berupa Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air Tahun 2019 (BJPSDA) yang notabenenya dikutip dari Nominal Sumber Energi Hidro Danau Toba dengan Price Rp 27/KWh x Total Kapasitas Pembangkit Listrik Proyek Asahan  I dan II, menyusul Asahan III (Hidro Electric Power Plant. HEPP).

Akankah kecurangan-kecurangan ketika masa Konsorsium Nippon Asahan Aluminium (NAA) terulang kembali di masa Konsorsium Mining Industry Indonesia (Mind Id BUMN) dengan alasan kalau Biaya Jasa Pegelolaan Sumber Daya Air tidak dapat terserap secara  100 persen di Kawasan Danau Toba? "ujar James Tafo Sitorus, ST" dengan nada lantang.

Data Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Toba Asahan merilis bahwa PLTA yang sudah beroperasi adalah Asahan I (PT. BDSN) dan Asahan II (PT. Inalum) dengan Produksi Listrik 5,2 Milyar KWh per tahun, rilis PT Inalum tahun 2021 dengan Produksi Listrik 4.041.774.000 KWh, dengan demikian hasil  pengurangan dari 5,2 Milyar KWh/tahun HEPP  Asahan terhadap Produksi Listrik Power Plant PT Inalum pertahun adalah menjadi  Produksi Listrik Power Plant  Bajradaya Sentranusa (PT. BDSN). Produksi Listrik Power Plant PT Inalum  per tahun kalau dikalikan Rp 27 per KWh  sama dengan Rp 109.127.889.000.
 
Jumlah Uang Rupiah yang sangat Fantastis, belum dihitung dari PT Bajradaya Sentranusa (PT. BDSN) dan menyusul Shimizu Japan joint PT PLN. Secara akumulasi Produksi Listrik yang dihasilkan Hidro Electric Power Plant Proyek Asahan  dengan Kapasitas Terpasang Pembangkitan  603 MW + 182 MW akan  disisihkan Rp 27 per KWh menjadi sumber dana BJPSDA dikonversi menjadi Uang Rupiah, nominal ini dinamakan iuran  Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air dan dikutip oleh Perum Jasa Tirta I sesuai Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.

Prinsip beneficiares pay ini mewajibkan para pengguna air permukaan untuk ikut berkontribusi menanggung biaya Pengelolaan Sumber Daya Air berupa Proyek Konservasi dan Proyek Normalisasi di Kawasan Daerah Tangkapan Air Danau Toba.

"James Sitorus, ST" menambahkan, perhatian Pengembangan Masyarakat sangat pantas diberikan oleh PT. Inalum dan Perum Jasa Tirta I terhadap Masyarakat Toba. Kita ambil contohnya di Kecamatan Porsea, Narumonda dan Parmaksian bahwa Hutan Alam milik masyarakat Adat Desa Tangga Batu II Kecamatan Parmaksian dan Desa Lumban Gurning Kecamatan Porsea yang berupa Area Penggunaan Lain (APL) masih terjaga. Hutan Alam dalam APL/milik masyarakat dan masih dijaga kearifan lokal sangat pantas mendapatkan reward dari PT Inalum dan Perum Jasa Tirta I, di dalam hutan APL terdapat mata air dan aliran sungai kecil yang bermuara ke Sungai Asahan pada elevasi 904 mdpl, pelestarian Hutan Alam secara Tradisional atau Kearifan Lokal bukti secara fakta konservasi dan kontribusi  masyarakat lokal menjaga sumber energi hidro sudah dilakukan  jauh sebelum PLTA  PT Inalum beroperasi di Kawasan Danau Toba khususnya Kabupaten Toba. 

Pekan lalu, Pengamat hukum pidana Manuala Tampubolon, SH. M,Hum mengingatkan, dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) bahwa Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum, hal inilah acuan dan titik tolak berkehidupan dan bernegara.

"Bergulirnya kekuasaan dari Presiden Soeharta sampai berakhirnya kekuasaan Presiden Megawati Seokarno Putri nyata tidak mengahasilkan suatu eliminasi dari perbuatan korupsi. Bahkan semakin deras saja pendapat bahwa sekarang ini dengan bergulirtnya kekuasaan semakin bergulir pula korupsi kekuasaan (power coruption). 
Hal ini tambah semakin buruknya sistem dalam menanggulagi korupsi. Memang secara nyata kita telah menghasilkan beberapa produk hukum guna menanggulangi permasalahan dimaksud seperti, UU No. 28 Tahun 1999. tentang Pemberantasan KKN, UU No. 31 Tahun 1999 tentang Perubahan terhadap UU No 31 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maupun perubahan terakhir melalui UU No. 21 Tahun 2000. 

Tetapi ternyata semuanya belum memberikan hasil yang memuaskan bagi masyarakat. Apalagi masyarakat telah ragu dengan semangat penegakan hukum (pemberantasan korupsi) yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang memiliki kewenangan tersebut, khususnya instansi kepolisian dan kejaksaan.

Dirinya berujar, "jangan pernah mundur".
Terkait dengan adanya dugaan penggelapan dalam kegiatan konservasi ini agar dibawa ke ranah hukum. 

Dengan adanya sitem pembalikan diberitahukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai mana diatur dalam UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi.(e/mk)
Share:
Komentar


Berita Terkini