Modus Utama Dugaan Korupsi Oknum Pejabat PT. Inalum Persero dan Perum Jasa Tirta I Pada Konservasi Daerah Tangkapan Air Danau Toba Adalah 'Penggelapan'

Editor: metrokampung.com
James Trafo, ST

Toba, metrokampung.com
Aktivis muda Kabupaten Toba Sumatera Utara sang Alumnus Teknik Elektro Listrik Tegangan Tinggi "James Trafo Sitorus, ST" menyebut modus utama yang sering digunakan dalam kasus-kasus korupsi bidang Konservasi lingkungan Daerah Tangkapan Air Danau Toba adalah 'penggelapan' dan kerugian yang diakibatkan.  

"Penggelapan adalah modus yang sering digunakan karena bias, dan biasanya terkait pengadaan fiktif atau juga kegiatan operasional fiktif," kata James Trafo Sitorus, ST di Porsea pada Kamis (23/9/2022)
Kemudian modus berikutnya yang biasa digunakan pada saat pengadaan terjadi.
 
"Seyogianya Memorandum of Understanding Tripartit Konservasi Danau Toba tahun 2021 yang sebagian besar sumber dananya berasal dari PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) ini akan membuka akses bagi para pihak untuk dapat saling berkoordinasi, diskusi dan melakukan pertukaran informasi dalam rangka pelaksanaan sejumlah program, namun fakta dilapangan PT Inalum Persero dan Perum Jasa Tirta I sangat  tidak transparan  dalam  paket-paket Konservasi dan Normalisasi di Daerah Tangkapan Air Danau Toba. 
Daerah Konservasi Tangkapan Air Danau Toba di Kecamatan Lumban Julu.

Untuk jenis dana yang paling sering dikorupsi, lanjut dia, adalah jenis dana non-pengadaan barang dan jasa (PBJ) yang biasanya untuk operasional menejemen.
 
Program konservasi ini tidak hanya berhenti pada penanaman pohon saja, namun akan dilakukan secara berkesinambungan mulai dari penentuan lokasi penghijauan, sosialisasi dan pendekatan kepada masyarakat, pemeliharaan tanaman, hingga pengawasan dan evaluasi. Komitmen inilah yang sesunguhnya dikritisi agar transparan dan konsisten.

"Hal yang menarik adalah dana sarana prasarana, dan menimbulkan kerugian besar. Artinya bahwa dana konservasi perlu diawasi secara lebih serius dalam hal proses pengadaan dari awal hingga akhir," tuturnya.

Ketidak trasparanan PT Inalum Persero dan Perum Jasa Tirta I terkait tahapan sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB) semakin mempertontonkan temuan dugaan korupsi dilapangan tentang konservasi yang memang amburadol secara 80 persen. 
Sebagai salah satu contoh di Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba dengan luas konservasi 161 Hektar di ketinggian sekitar 1.100 meter dpl tahun 2021, dilokasi masyarakat yang terdata dalam penghijauan, mengaku sangat kecewa terhadap PT Inalum (Persero) dan Perum Jasa Tirta I.

"Aktor yang paling banyak melakukan dugaan korupsi berasal dari ketelodoran oknum pejabat  PT. Inalum (Persero) dan Perum Jasa Tirta I. Selanjutnya yaitu konservasi seluas 250 hektar yang menimbulkan kerugian besar. Kesemua hal tersebut, tambah dia, kebanyakan terjadi di Kabupaten Toba, yang melakukan kerja sama konservasi dengan PT. Inhutani IV di lingkungan Daerah Tangkapan Air Danau Toba.

Untuk referensi, mari kita rinci angka-angka dugaan modus tipu-tipu Konservasi yang dilakukan kedua perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut pada satu cakupan wilayah Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba.

"Pada Luasan 161 Hektar dengan jumlah bibit tertanam 66.139, berarti cakupan untuk per 1 hektar adalah 410 batang bibit. Apabila harga satu batang bibit pohon secara include Rp 30.000 maka total anggaran untuk 1 Hektar = 410 batang bibit x Rp 30.000 = Rp. 12.300.000. 

Kemudian, jika 10 Hektar maka alokasinya pada kisaran Rp. 123.000.000. Dari 161 Hektar kita akan urai menjadi 16 Paket Konservasi, kepada siapakah diberikan PT Inalum dan Perum Jasa Tirta I Rencana Anggaran Biaya (RAB), apakah petani pemilik lahan sebatas mendapatkan bibit-bibit pohon saja ? "Lagi-lagi petani di Kabupaten Toba  yang menjadi korban pembodoh-bodohan dalam program konservasi".

Apabila Include per satu batang pohon Rp 30.000 maka secara global total anggaran biaya 161 Hektar jika 1 paket konservasi meliputi 10 Hektar dilapangan adalah menjadi 16 paket x Rp 123.000.000 = Rp. 1.968.000.000".

Namun hal ini bukan berarti menjadi salah satu otak dalam kasus dugaan korupsi yang terjadi. Karena ketiga korporasi diduga hanya sebagai operator. Aparat penegak hukum harus jeli mendeteksi permainan kotor itu "ungkap James Trafo Sitorus, ST".

"Bukan hanya ini saja luasan yang akan kita buka ke Publik Kabupaten Toba dalam Komitmen Tripartit. Luas Konservasi yang sudah ditandatangani pada tahun 2021 adalah 250 Hektar, masih ada di Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba seluas 66 Hektar dan Kecamatan Bonatualunasi seluas 24 Hektar. 

Dengan fakta dilapangan dinilai banyak kejanggalan-kejanggalan dalam pelaksanaan. Tentang semua biaya Konservasi ini, PT Inalum masih belum dapat menyampaikan ke Publik alokasi yg sudah dicairkan apakah bersumber dari Corporate Social and Responsibility (CSR) atau bersumber dari Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air (BJPSDA). Iuruan BJPSDA dengan price Rp 27 per KWh. Berapa persenkah dari Rp 27 per KWh yang mampu dicairkan PT. Inalum untuk Biaya Konservasi dan Normalisasi pada tahun 2022? 

Sulitnya mendapatkan penjelasan terkait pelaksanaan konservasi pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba yang kini diributkan dari Manajemen PT, Inalum Persero tidak mendapatkan jawaban yang berarti. 

Manager Humas PT, Inalum Persero melalui Rorim Fanromi saat diminta tanggapan melalui WhatsApp_nya tidak berbuah hasil. Dirinya menjelaskan, Tanggapan akan segera kami persiapkan. "Namun dirinya tidak merinci tanggapan yang akan dipersiapkan hingga berita diturunkan. (e/mk)
Share:
Komentar


Berita Terkini