Parmaksian, metrokampung.com
Tanah ulayat merupakan tanah bersama (kolektif) yang dikuasai dan dimanfaatkan oleh masyarakat hukum adat tertentu dalam lingkungan wilayahnya berdasarkan tradisi norma, dan aturan adat yang berlaku di komunitas tersebut.
Penguasaan atas tanah ulayat disebut hak ulayat, yang melibatkan hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, air, serta kekayaan alam yang ada di dalamnya sesuai peraturan perundang-undangan.
Tanah ulayat dikuasai secara bersama-sama oleh seluruh anggota masyarakat hukum adat yang bersangkutan, bukan oleh individu. Pengelolaan dan pemanfaatannya diatur oleh penghulu-penghulu suku atau tetua adat, sesuai dengan tradisi dan norma adat yang berlaku.
Tanah ini dianggap sebagai warisan dari nenek moyang dan harus dijaga keutuhannya agar dapat dimanfaatkan oleh generasi yang akan datang sepanjang kenyataannya masih ada, karena pengakuan hak ulayat diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan akan tetap berlaku sepanjang masyarakat hukum adatnya masih ada dan eksisten di wilayah tersebut.
Hal ini dikatakan Parade Manurung, BA dan juga selaku mantan Anggota DPRD Kabupaten Toba 2004/2009 yang juga selaku Guru Besar Perguruan Kungfu Naga Sakti Indonesia (PKNSI) kepada wartawan disela pertemuan keturunan Raja Namora Naili Manurung/Pinta Omas Boru Marpaung di kantor Desa Jonggi Manulus beserta Uspika Kecamatan Parmaksian.
Dirinya menjelaskan, hak ulayat ini diatur serta diakui dalam peraturan perundang-undangan di bidang agraria yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, "cetusnya".
Pengakuan Tanah Ulayat
"Sebagaimana dijelaskan, Tanah Ulayat diartikan sebagai tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Hak penguasaan atas tanah masyarakat hukum adat dikenal dengan Hak Ulayat.
Pada pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) mengakui adanya Hak Ulayat. Pengakuan itu disertai dengan 2 (dua) syarat yaitu mengenai eksistensinya dan mengenai pelaksanaannya. Berdasarkan Pasal 3 UUPA, Hak Ulayat diakui “sepanjang menurut kenyataannya masih ada”.
Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. Hak ulayat ini diatur serta diakui dalam peraturan perundang-undangan di bidang agraria.
Sebagaimana di ketahui, guna menghindari terjadinya saling klaim tanah ulayat, perlu di laksanakan Penertiban dan penguasaan tanah, hal ini kami lakukan bersama keturunan Pomparan Raja Namora Naili Manurung/Pinta Omas Boru Marpaung Lumban Nabegu bona pasohit dan perantau bernomor: 01/PRNM/IX/2025.
Sehubungan dilaksanakanya pemasangan plang kegiatan penegasan atas status dan peruntukan areal parbandaan/pemakaman Lumban Nabegu oleh kami Pomparan Raja Namora Naili Manurung/Pinta Omas Boru Marpaung pada Jumat, (12 September 2025) Waktu: 10.30 WIB hingga selesai berlangsung dengan tertib. (**/mk)