![]() |
Situasi
RDP antara Komisi A DPRD Humbahas dengan BKD terkait legalitas pengangkatan
guru menjadi Camat.
|
HUMBAHAS-METROKAMPUNG.COM
Peristiwa pelantikan pejabat esselon III
dan IV yang terlaksana pada Jumat,(23/3/2018) bulan ketiga kemarin di
lingkungan Pemkab Humbang Hasundutan (Humbahas) menuai pertanyaan serius, serta
menjadi bahan diskusi yang kontroversial ditengah-tengah public hingga saat
ini. Pasalnya terdapat beberapa poin yang tertera dalam Surat Keputusan (SK)
Bupati Humbang Hasundutan tentang pelantikan pejabat administrator dan pengawas
yang sulit diterima logika birokrasi.
Poin dimaksud yaitu, pertama
ditempatkannya tenaga medis menjadi Sekretaris di Dinas Perumahan dan kawasan
pemukiman (Perkim) Humbahas. Kemudian poin kedua ialah, dilantiknya seorang
Guru menjadi Camat. Berdasarkan amatan, pelantikan Guru ke Camat
menjadi poling tertinggi dalam pembahasan public. Sebagaian besar public
menilai bahwa SK Bupati atas pelantikan Guru menjadi Camat berpotensi besar
cacat hukum.
Sesuai penelusuran media, diperoleh data
pembanding untuk menguji legalitas kebijakan pengangkatan pejabat yang
dilakukan melalui SK Bupati oleh Badan Kepegawaian daerah. Didalam peraturan
pemerintah (PP) 18 tahun 2016 pasal 100 ayat 1 disebutkan bahwa pembinaan dan
pengisian jabatan pada perangkat daerah dilaksanakan melalui sistim merit.
System merit yang dimaksud ialah kebijakan dan manajemen SDM
aparatur Negara yang berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara
adil dan wajar. Adil dan wajar berarti tanpa membedakan latarbelakang politik,
ras, warna kulit, agama, asal usul,jenis kelamin, status pernikahan, umur,
ataupun kondisi kecacatan. Dan peraturan pemerintah ini merupakan turunan dari
UU nomor 5 tahun 2014 tentang ASN.
Sedangkan untuk versi Undang-Undang
sebagaimana tercantum dalam UU nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah
pasal 224 ayat 2 mengatakan bahwa Bupati wajib mengangkat
camat dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan
dan memenuhi persyaratan kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pada ayat 3, undang-undang ini juga
memerintahkan bahwa pengangkatan camat yang tidak sesuai sebagaimana
dimaksud pada ayat 2, dibatalkan keputusan pengangkatannya oleh Gubernur
sebagai wakil pemerintah pusat.
Dengan demikian, dari dua ketentuan ini
jelas mengisyaratkan bahwa keputusan Bupati atas pelantikan guru menjadi camat
perlu ditinjau kembali.
Menyikapi banyak nya pertanyaan dan
kritikan dari sejumlah pengamat dan media memicu reaksi dari lembaga pengawasan
legislative. Guna mendapatkan bukti atas payung hukum kebijakan tersebut,
komisi A DPRD Kabupaten Humbang Hasundutan memanggil Jajaran Badan Kepegawaian
Daerah (BKD) untuk didengar penjelasanya sekaitan keabsahan SK Bupati atas
dilantiknya oknum guru menjadi camat.
Ketua komisi A, Bresman Sianturi dalam
keterangan persnya usai menggelar rapat dengar pendapat bersama pihak BKD
Senin,(9/4/2018) mengatakan bahwa berdasarkan penjelasan yang diperoleh, hal
yang mendasari BKD melantik Guru menjadi Camat yaitu Peraturan
Pemerintah (PP) nomor 11 tahun 2017 pasal 54 ayat 1 huruf D. BKD mendefenisikan
oknum guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah sama dengan
pengawas, sehingga layak direferensi menduduki jabatan
camat. Padahal pasal tersebut berbunyi “ syarat untuk dapat diangkat
dalam jabatan administrator yakni memiliki pengalaman pada jabatan pengawas
paling lama tiga(3) tahun atau jabatan fungsional yang setingkat dengan jabatan
pengawas sesuai bidang tugas jabatan yang akan diduduki,”ungkapnya.
“Oleh karena dasar hukum nya kurang pas,
kita meminta pihak BKD untuk dapat memberikan produk hukum yang benar-benar
melegalkan dilantiknya guru menjadi Camat. Apabila BKD tidak dapat membuktikan
hal itu, maka sebelum mengeluarkan rekomendasi terhadap pembatalan keputusan
Bupati ini, kita terlebih dahulu akan berkonsultasi dengan Komisi ASN dijakarta,”
pungkasnya. (Firman tobing)