Tobasa-metrokampung.com
Rencana Keberadaan Otorita Danau Toba menjadi salah satu penyebab melonjaknya harga tanah di Kabupaten Tobasa Sumatra Utara. Hal ini juga turut memicu dugaan terjadinya konflik kepentingan untuk berebut lahan.
Pesatnya pembangunan membuat hampir seluruh kawasan di Tobasa disesaki bangunan. Belum lagi sebagai kawasan jasa dan industri, turut memicu kenaikan harga tanah. Konflik kepentingan pun merebak.
Sepersil terhampar luas di kawasan, Narumonda Kecamatan Siantar Narumonda Kabupaten Tobasa. Belum banyak pembangunan. Namun belakangan sedikit berubah. Perkembangan cukup pesat, setelah ditetapkan daerah ini sebagai Kawasan lintas pariwisata Danau Toba.
Dulu tahun 1980-an tanah di daerah ini masih berselimut ilalang, mengapa tidak, lahan tersebut diselimuti bebatuan. Hingga warga sekitar tidak lagi bercocok tanam di lahan sepersil itu.
Tanah yang dikelilingi pemukiman Sonak Malela, yang mayoritas sebagai warisan Marga Marpaung dan Simangunsong itu tampak di tumbuhi ilalang, "seperti tak bertuan.
Renca Masuknya kawasan wisata danau toba, banyak lahan warga berubah menjadi gedung-gedung para pemilik modal.
“Tahun (1980) harga tanah di kawasan Narumonda masih tergolong belum ter flaform per meter perseginya. Namun sekarang nilainya mencapai harga yang menggiurkan, "beber warga sekitar.
Mahalnya harga tanah ini memicu terjadinya sengketa lahan atau saling klaim sebagai pemilik. Sejumlah orang berebut ingin mendapatkan lahan. Bahkan ada yang berani membebaskan sebidang persil dengan harga murah, kemudian dijual ke pemodal dengan harga mahal.
Kawasan sepersil, "kata warga, diperkirakan mencapai lima ratusan hektar, (500 ha) merupakan daerah yang sekarang paling dicari oleh pengusaha. Terlebih kecamatan ini memang dekat dengan jalan raya Sumatra Utara atau yang lazim disebut Jalin Sum.
Penyerobotan lahan menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pemilik lahan di Narumonda, Namun seiring pesatnya pembangunan, tak menutup kemungkinan kawasan lain juga turut berpotensi terjadinya konflik sengketa.
Data di Pengadilan Negeri Balige Kabupaten Tobasa Propinsi Sumatra Utara menyebutkan, jumlah laporan adanya sengketa lahan tergolong tinggi. Tahun lalu, sebanyak tiga bidang lahan diduga di serobot, hingga saat ini masih proses peradilan perdata di Pengadilan Negeri tersebut.
Sebelum penyerobotan, umumnya para pemilik saling klaim memiliki tanah tersebut, akhirnya ada pihak yang mematok tanah, namun pemilik tanah lainnya tak terima. Tapi ada pula yang langsung mematok tanpa sepengetahuan pemilik tanah lainnya.
Jujung Sitorus SH menyebut, sengketa lahan biasanya terjadi lantaran kepemilikan ganda segel. Namun salah satunya diduga palsu. Ada pula yang mengaku mengantongi sertifikat dan segel.
Meski demikian, kasus sengketa lahan, pelaku bisa dipidanakan, jika terjadi indikasi perusakan lahan atau pemalsuan sertifikat maupun segel dari pemilik asli. “Kasus semacam itu juga sudah ada yang bergulir di pengadilan,” katanya. (edison/jujung/simon)