Proyek Rumah Dinas Gubsu. DPRD Minta Henry dan Eric Bertanggungjawab

Editor: metrokampung.com
Wakil Ketua Komisi A DPRD Sumut, Muhri Fauzi Hafiz

Sumut-metrokampung.com
Wakil Ketua Komisi A DPRD Sumut, Muhri Fauzi Hafiz meminta OK Henry selaku Kepala Inspektorat dan Eric Aruan selaku Kepala Biro Administrasi Pembangunan, turut bertanggungjawab, terkait dugaan kolusi tender pembangunan Pendopo Rumah Dinas Gubsu.

“Dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, Inspektorat selaku APIP dan Biro Administrasi Pembangunan selaku penanggungjawab ULP, memiliki peranan strategis, agar tender berjalan baik dan sesuai aturan main”,ujar Muhri Fauzi, Senin (30/07/2018).

Dalam Perpres 54 Tahun 2010 main Perpres 16 Tahun 2018, lanjut Muhri, ada kewajiban Kementerian/ Lembaga/ Institusi dan Pemerintah Provinsi/ Pemerintah Kabupaten/Kota diwajibkan untuk melakukan pengawasan terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Unit Layanan Pengadaan (ULP).

“Inspektorat selaku Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) wajib melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan. Pertanyaannya, ketika muncul dugaan kolusi dalam tender tersebut, mengapa Inspektorat diam saja?”,tanya Muhri Fauzi seraya meminta Kepala Inspektorat OK Henry kepada publik.

Demikian halnya, peran Kepala Biro Administrasi Pembangunan, Eric Aruan selaku penanggungjawab Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemprovsu.
“Seharusnya, Eric Aruan menyampaikan pemberitahuan kepada PA/KPA bahwa sudah terjadi dugaan persekongkolan atau kolusi, untuk memenangkan salah satu rekanan. Namun, Eric Aruan tidak melakukan ini. Terbukti, proses tender berlanjut hingga penandatanganan kontrak pemenang”,ujarnya.

Bagaimana dengan Faisal Hasyrimi ? Menurut Muhri, selaku Pengguna Anggaran (PA), Kepala Biro Umum dan Perlengkapan tersebut wajib bertanggungjawab. “Modus yang mengindikasikan kerugian negara, jelas terlihat”,ujarnya.

Sebelumnya, Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPRD Sumut, Muchrid Nasution mengungkapkan adanya dugaan kolusi atau persekongkolan dalam tender tersebut.

“Aroma Kolusi itu begitu kentara, saat proses lelang pekerjaan dengan Harga Penawaran Sendiri (HPS) sebesar Rp 6.695.740.000,00 dan Pagu Rp 6.696.000.000,00 tersebut”,ujar Muchrid, Jumat (27/07/2018).

Pemenang lelang adalah PT Rizky Atma Mulya dengan nilai kontrak Rp 6.527.010.000. Namun, jika ditelusuri dari awal, menurut Muchrid, indikasi kolusi antara peserta lelang yang melibatkan panita lelang maupun Pengguna Anggaran (PA), terlihat jelas.

“Ada tiga penawar pada lelang tersebut. Ketiganya, PT Eratama Putra Perkasa (Rp 6.352.670.000), PT Rizky Atma Mulya (Rp 6.527.010.000) dan PT Kalitra Bersinar Mandiri (Rp 6.026.146.000). Penawar terendah adalah PT Eratama Putra Perkasa dan PTKalitra Bersinar Mandiri “, jelas Muchrid.

Kejanggalan muncul, ketika penawar terendah gagal memenangkan lelang. Kalitra Bersinar Mandiri, tidak menyampaikan persyaratan teknis sebagaimana dokumen. Sedankan PT Eratama Putra Perkasa tidak hadir pada saat Pembuktian Kualifikasi.

Sinyalemen yang muncul, PT Eratama Putra Perkasa sengaja tidak hadir untuk memuluskan PT Rizky Atma Mulya sebagai pemenang.

“Seluruh persyaratan PT Eratama Putra Perkasa cukup baik, harga penawarannya bersaing dan menguntungkan negara. Mengapa perusahaan tersebut terkesan menghindar? Padahal alamat perusahaan itu, di Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang, tidak jauh dari Kota Medan. Lain hal, jika perusahaan tersebut beralamat di Papua”, katanya.

Muchrid mengaku sudah menyampaikan persoalan ini kepada Gubsu Terpilih, Edy Rahmayadi agar Kepala Biro Umum, Faisal Hasyrimi dan Kepala Biro Pembangunan, Eric Aruan selaku penanggungjawab lelang dievaluasi kelak.

“Saya juga mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit investigasi terhadap kegiatan ini. Saya berkeyakinan, ada kecurangan di sini”,ujarnya.(***)
Share:
Komentar


Berita Terkini