PTPN2 Laporkan Dugaan Mafia Tanah ke Polda Sumut

Editor: metrokampung.com
Hasrul Benny Harahap Penasehat Hukum PTPN2.

Tanjung Morawa, metrokampung.com
PT Perkebunan Nusantara II (PTPN2) melalui Kepala Bagian Hukum, Ganda Wiatmaja telah melaporkan Rokani Cs ke Polda Sumut atas dugaan tindak pidana menggunakan surat palsu  sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUH Pidana jo Pasal 266 KUHPidana dalam perkara perdata No 05/Pdt.G/2011/Pn-LP dengan objek perkara lahan Afdeling III, Kebun Tanjung Garbus.
  
Hal ini dipaparkan Penasehat Hukum PTPN2 Hasrul Benny Harahap, Kamis (21/4/22).
 "Dugaan pemalsuan penggunaan surat palsu yang dilakukan oleh saudara Rokani dkk terkait surat klaim Afdeling III Penara berupa SKTL (Surat keterangan Tentang Pembagian Tanah Sawah dan Ladang) yang diterbitkan tanggal 20 Desember 1953 juga data indentitas para penggugat,"bilang Hasrul.
 
Setelah penyidik melakukan pemeriksaan saksi ahli dan pengumpulan bukti-bukti, lanjut Hasrul, maka penyidik Poldasu telah meningkatkan status perkara laporan PTPN2 tersebut  ke tahap penyidikan. 
 
"Dengan status penyidikan tersebut, tidak lama lagi diharapkan akan segera ditetapkan tersangka,"bilang Hasrul.
 
Lahan Afdeling III Penara, Kebun Tanjung Garbus, Kecamatan Tanjung Morawa seluas 533 hektar, sambung Hasrul, sejak dilakukan nasionalisasi Tahun 1958 dikuasai dan kelola oleh Perusahaan Negara  Perkebunan (PNP) hingga saat ini.
 
"Oleh PTPN2 dengan alas hak  HGU telah dilakukan perpanjangan terakhir berdasarkan sesuai SK HGU No 62/Penara tanggal 20 Juni 2003. Kita sudah mengambil langkah-langkah hukum, di antaranya mengajukan PK (Peninjauan Kembali), sesuai surat permohonan No.4/2022 tanggal 16 Maret 2022. Karena adanya sejumlah kejanggalan dalam Putusan Mahkamah Agung RI," jelas Hasrul Benny Harahap.
 
Menurut dia, kuatnya upaya pihak luar untuk menguasai lahan HGU seluas  464 hektar itu, diduga didalangi sejumlah oknum mafia tanah di Sumatera Utara. Sebab posisi lahan tersebut sangat strategis sebagai daerah pengembangan kawasan Bandara Kuala Namu. Padahal, di areal tersebut sudah ditanami kelapa sawit.
 
"Kita punya data lengkap secara hukum bahwa lahan tersebut HGU aktif. Makanya kita heran bagaimana bisa keluar putusan yang memenangkan mereka di atas lahan HGU," tambah Hasrul Benny lagi.
 
Dijelaskan penasehat hukum PTPN2 tersebut, strategi yang diterapkan pihak luar dalam upaya merebut aset negara (PTPN2) tergolong cukup licik. Diawal mereka diduga merekayasa sejumlah berkas-berkas lama yang sangat diragukan keabsahannya sebagai dasar ajukan gugatan.
 
"Menarik dan menghimpun orang untuk menjadi anggota yang ikut menggugat. Dan untuk lebih menyakinkan perjuangannya mereka menggandeng organisasi petani  HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) untuk munculkan kesan seolah  ini perjuangan kaum petani,"ungkap Hasrul 
  
Padahal yang ada di balik itu, sebut Hasrul, diduga adalah oknum-oknum mafia tanah yang selama ini mengobok-obok lahan HGU PTPN2 yang berada di lokasi strategis.
 
Beberapa hari sebelumnya pihak PTPN2 menolak rencana Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang akan melakukan eksekusi dan pencocokan objek perkara (konstatering) dan memvalidasi atas lahan Afdeling III Penara, Kebun Tanjung Garbus. 
 
Disebutkan, objek perkara adalah tanah eks PTP IX namun anehnya  tanah yang akan dijadikan objek eksekusi  adalah tanah eks PTP II/PNP II.  Selain itu PTPN2 juga menilai bahwa surat-surat yang digunakan oleh penggugat di PN Lubuk Pakam tersebut diduga palsu atau bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya.
 
"Afdeling III Penara diperoleh Negara Republik Indonesia dari Nasionalisasi Perusahaan Belanda berdasarkan Undang-undang Nomor 86 Tahun 1958 jo Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1959. Dengan demikian tidak mungkin lahan Afdeling III Penara merupakan milik masyarakat” jelas Hasrul Benny Harahap. 
 
"Kami telah buat laporan atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat atau menggunakan surat palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHPidana di Polda Sumut. Termasuk proses penyelidikan tindak pidana korupsi di Pidsus Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan perlawanan atas penetapan eksekusi (verzet)," tutup Hasrul Benny.(dra/mk)
Share:
Komentar


Berita Terkini