Pelaku Pencabulan Dituntut Ringan, Pengamat Hukum Siska Barimbing, SH Berharap Majelis Hakim PN Medan Menjatuhkan Pidana Diatas Tuntutan JPU

Editor: metrokampung.com
ilustrasi

Medan, Metrokampung.com
Kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur yang dialami Bunga  (nama samaran) warga Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan, tampaknya kurang mendapat keadilan. 

Hal itu lantaran  Evi Yanti Panggabean,SH selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Medan, Rabu lalu (3/8/2022) hanya memberikan tuntutan 6 tahun 3 bulan kepada terdakwa berinisial R (24) yang melakukan pencabulan terhadap korban yang merupakan siswi SMP kelas dua tersebut. 

Terkait hal ini, pihak keluarga korban mengaku kecewa dan menilai tuntutan hukuman yang diberikan Jaksa Penuntut Umum tergolong rendah dan belum maksimal. 

"Kami berharap pelaku yang merupakan predator seksual dihukum berat, paling tidak tuntutannya 12 tahun penjara. Karena pelaku sudah melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur dan merusak masa depan keponakan kami yang sampai sekarang masih trauma dan takut sekolah. Semoga hakim jeli melihat kasus ini dan menjatuhkan vonis 12 atau 10 tahun penjara agar menjadi efek jera bagi pelaku predator seksual lainnya ,"kata paman korban yang ditemui awak media, Jumat (5/8/2022). 

Dipaparkan pria keturunan India ini, kasus yang dialami ponakannya yang masih berumur 15 tahun ini diketahui pada bulan Januari lalu setelah gadis remaja itu 3 hari tak pulang. Pihak keluarga lalu berinisiatif memviralkan kehilangan Bunga melalui media sosial facebook. Besoknya, Bunga pulang. Wajahnya tampak muram dan kerap termenung. 

Ibu korban yang curiga pun menanyakan kepada putrinya apa yang sudah dialaminya selama 3 hari tak pulang. Bunga yang tampak tak ingin menutupi apa yang sudah dialaminya berterus terang dirinya dibawa R ke Kampung Lalang. Disana R memuaskan hasrat seksualnya dengan menyetubuhi gadis belia itu. 

"Ponakanku bilang dia seolah dihipnotis mengikuti saja maunya pelaku. Memang mereka saling kenal dan dekat, karena R ini merupakan kawan pamannya korban dan sering nginap di rumah neneknya,"jelas kerabat korban lagi sembari menunjukkan surat laporan polisi Nomor : STTLP/227/I/YAN : 2.5/2022/SPKT/POLRESTABES MEDAN/ POLDA SUMUT dan surat perkembangan hasil penyidikan dari Polrestabes Medan Nomor : B/685/I/Res.1.4/2022/Reskrim. 
Berdasarkan pengaduan korban, pihak keluaga pun melapor ke Polrestabes Medan tertanggal 19 Januari dan melakukan visum. Selanjutnya pada April lalu, pelaku R ditangkap dan kasus ini masuk ke ranah pengadilan. 
Menurut keluarga korban, proses sidang di Pengadilan Negeri Medan berlangsung cepat. Hanya 2 kali sidang digelar, langsung masuk tuntutan. 
"Sidang pertama pada 21 Juli lalu tentang kesaksian korban. Kemudian dijadwalkan pekan mendatang (28/7/2022) sidang berikutnya mendengar keterangan terdakwa. Disini pihak pengadilan negeri Medan menyampaikan kepada kami tak perlu datang ke persidangan. Lalu saya dapat kabar, sidangnya ditunda. Kemudian di minggu berikutnya pada (3/8/2022), sidangnya sudah langsung pembacaan tuntutan. Kami menilai tuntutan hukuman yang diberikan jaksa sangat rendah hanya 6 tahun 3 bulan. Kuatirnya kami pada sidang putusan nanti, vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa 3 atau 4 tahun saja. 
Kami berharap sekali kepada majelis hakim agar jeli menilai kasus pencabulan anak di bawah umur ini. Diberinya hukuman tinggi kepada predator seksual agar memberikan efek jera dan tidak ada lagi korban anak-anak di bawah umur. Kita pun tak ingin hal ini terjadi dan telah berusaha menjaga anak sebaik-baiknya. Mereka hanya anak-anak yang masih lugu dan polos, selayaknya orang dewasa menjaga batasan dan tidak memanfaatkan kepolosan anak-anak dibawah umur,"harap paman korban.

Tanggapan Pengamat Hukum Atas Tuntutan Rendah Jaksa Penuntut Umum atas kasus pencabulan anak di PN Medan

Menurut pengamat Hukum, Siska Barimbing,SH , terkait kasus pencabulan terhadap Bunga (bukan nama sebenarnya) yang berusia15 tahun dimana terdakwa didakwa dengan Pasal 81 Ayat (1) dan (2) Jo Pasal 76D Subs 82 Ayat (1) Jo 76E UU RI  No. 35 Tahun 2014  Tentang Perubahan  Atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak  yang ancaman hukumannya pidana penjara 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Ancaman pidana  yang diatur dalam pasal yang didakwakan sebenarnya telah cukup berat namun kerap kali Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hanya separuh dari ancaman pidana maksimal, kata Siska, Minggu (07/08/2022).


Dalam perkara ini, kata Siska, Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahkan  hanya menuntut kurang dari separuh  ancaman pidana maksimal, hal ini tentunya mencederai rasa keadilan bagi korban. Dengan kondisi Indonesia yang saat ini sedang mengalami darurat kekerasan seksual dimana berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) sepanjang Januari 2022 ada 797 anak yang menjadi korban kekerasan seksual dan pada tahun 2021 lalu yang mencapai 8.730 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Terbitnya UU No. 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual sudah menjadi masalah yang sangat besar bagi bangsa Indonesia.  

Pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak harus menjadi perhatian besar dari pemerintah dan penegak hukum. Oleh karenanya penegak hukum mulai dari Kepolisian, Kejaksaan sampai Pengadilan mempunyai peranan  besar untuk memperbaiki kondisi  ini dengan melakukan proses penyidikan, penuntutan dan peradilan yang memberikan rasa keadilan bagi korban. Banyak tuntutan atas kasus kekerasan seksual atau pencabulan  belum menjatuhkan denda pada Terdakwa, padahal korban sangat membutuhkan pemulihan. Akibatnya keluarga menanggung biaya pemulihan korban namun masalah akan semakin besar ketika keluarga tidak mampu akhirnya  penangangan kepada korban tidak tuntas. 

Siska menilai, tuntutan terhadap terdakwa dalam perkara ini cukup rendah dan mencederai rasa keadilan bagi korban, satu-satunya harapan akan keadilan ada pada  Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini. 

Dia sangat berharap agar Majelis Hakim menjatuhkan pidana di atas tuntutan JPU  sehingga korban mendapatkan keadilan dan juga menjadi preseden baik kedepannya dalam penangangan hukum bagi kasus kekerasan seksual terhadap anak. 

Selain mencederai rasa keadilan bagi korban, tuntutan JPU juga tidak mendukung program pemerintah untuk melindungi anak Indonesia dari Kekerasan Seksual

"Tingginya kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia saat ini harusnya menjadi perhatian JPU dengan memberikan tuntutan yang tinggi pada terdakwa dan bukan malah menuntut ringan seperti perkara ini", kata Siska.(Ra/mk)


Share:
Komentar


Berita Terkini