![]() |
Zunaidi alias Edy |
Langkat, Metrokampung.com
Ada kabar tak sedap berhembus dari Polres Langkat. Laporan pengaduan masyarakat terhadap Fitriani, Suyatino, Andi Murdiono dan Sariono, warga Dusun I Desa Sumber Mulyo, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat, tidak ditanggapi sebagaimana mestinya.
Padahal, para terlapor itu dituding sebagai sindikat penipuan dan pemalsuan surat. Sudah banyak yang menjadi korbannya, sebut saja misalnya Jhon Toni Nainggolan, kepala desa Batu Malenggang, Kecamatan Hinai, Kardiman dan pengacara kondang, M. Mas'ud.MZ, SH, MH, namun sampai sekarang kasusnya mandeg, sehingga timbul image kalau para terlapor itu kebal hukum dan ada yang melindungi.
Menurut informasi yang terima, para terlapor itu sudah beberapa kali dipanggil untuk diperiksa, tapi selalu mangkir alias tidak koperatif. Anehnya, seperti ada pembiaran, karena tidak ada upaya paksa dari penyidik untuk menangkap dan menyeret mereka.
Nah, terkait dengan hal tersebut, Metrokampung.com sudah melakukan konfirmasi dengan Kapolres dan Kasat Reskrim Polres Langkat, Kamis (9/12/2022). Namun, tidak ada keterangan yang bisa diperoleh dari Kapolres Langkat AKBP Danu Pamungkas Totok, karena ketika dikonfirmasi beliau langsung menolak panggilan dan telepon Metrokampung.com.
Sementara itu, Kasat Reskrim, Iptu Luis Berltran Krisnadhita Marissing ketika dikonfirmasi cuma menjawab, nanti saya cek dulu ke penyidik, pak, terima kasih.
Kasus Tanah Zunaidi
Sementara itu, Zunaidi (35), warga Desa Lalang, Kecamatan Tg. Pura mengaku kecewa, karena laporan pengaduannya mandeg di Polres Langkat. Kekecewaan itu disampaikan pria yang akrab dipanggil Edy itu kepada InspirasiNews, Kamis (8/12/2022).
Lebih lanjut, dia pun menceritakan kronologis dari kasus yang menimpanya, berawal di bulan April 2020 yang lalu. Saat itu tanah orangtuanya yang terletak di Dusun VIII Tri Darma, Desa Pematang Cengal Timur, Kecamatan Tg. Pura direbut oleh pemiliknya yang pertama, yang bernama Sahran.
" Ya, memang tanah itu kurang diurus, bang, tapi itu kan tanah kami, bang. Surat-suratnya pun ada," ujarnya.
Tidak terima tanahnya direbut dan dikuasai orang, Edy pun melaporkannya ke Polsek Tg. Pura. Setelah itu, dia pun melaporkannya ke Polres Langkat.
" Ya, awalnya saya laporkan ke Polsek, bang, tapi kata orang Polsek laporkan saja ke Polres. Karena itu, saya laporkan pula ke Polres," terangnya.
Nah, setelah laporan pengaduannya diterima, kasus penyerobotan tanah itu tidak langsung ditangani. Malah, datanglah YS bersama rekannya DS ke rumah Edy.
YS adalah polisi yang mengaku telah ditunjuk sebagai penyidik dalam kasus tersebut. Selanjutnya, dia pun datang meminta uang kepada Edy sebanyak Rp. 10 juta agar kasus itu bisa segera diselesaikan.
" Ya, katanya biar bisa segera digelar perkaranya dan bisa segera diringkus pelakunya," ungkap Edy.
Tapi, karena tak punya uang Edy pun menawarnya, sehingga hanya membayar Rp.7 juta. Pembayaran pertama Rp. 5 juta, diserahkan Edy di depan Alun- alun T. Amir Hamzah, Stabat sedangkan sisanya Rp.2 juta dibayar 2 hari kemudian, di Secanggang.
" Ya, memang gak pakai kwitansi, bang, sebab dia bilang gak adalah pakai kwitansi- kwitansian seperti itu, tapi kan ada saksinya," terang Edy.
Nah, yang jadi masalah, kasusnya mandeg dan uangnya pun lenyap Rp.7 juta. Sudah beberapa kali ditanyakan ke Polres Langkat, tapi jawabannya tetap sama, sabar, sabar dan sabar.
" Karena itu, saya berharap kepada bapak Kapolres Langkat yang terhormat, yang katanya ramah, peduli dan baik hati, agar bisa segera menyelesaikan kasus saya itu, agar Polisi yang profesional, presisi dan dicintai masyarakat tidak hanya sekedar slogan belaka," ujar Edy sambil berharap, karena sudah mau 3 tahun tapi kasusnya masih saja jalan di tempat. (Sr/ BD)