Deli Serdang, metrokampung.com
Di tengah semangat Presiden Prabowo Subianto membangun negeri melalui program unggulannya Asta Cita, ironi justru muncul dari salah satu kantong pendukungnya di Kabupaten Deli Serdang.
Program-program prioritas nasional seperti Universal Health Coverage (UHC) dan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah pusat, justru tertahan di daerah oleh kader partai Presiden sendiri.
Sosok yang menjadi sorotan adalah Ketua DPRD Deli Serdang, Zakky Shahri, yang juga Ketua DPC Partai Gerindra.
Bersama dua wakil rakyat dari Partai Nasdem dan Golkar, mereka dituding mengganjal pembahasan perubahan APBD 2025 yang seharusnya menjadi ruang percepatan program-program Asta Cita.
“Mohon maaf Presiden, program kerja Asta Cita harus terganjal oleh pimpinan partaimu sendiri di Deli Serdang,” keluh seorang warga, yang berharap penuh pada realisasi program berobat gratis dan pemenuhan hak dasar rakyat kecil.
Arahan Mendagri Terabaikan, Program Tertunda.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) telah menerbitkan Surat Edaran No. 900.1.1640/SJ, yang menginstruksikan daerah untuk menyesuaikan arah kebijakan pembangunan melalui perubahan RKPD dan PAPBD 2025. Namun surat ini, menurut pimpinan DPRD Deli Serdang, tak memiliki kekuatan hukum yang cukup dibanding regulasi perundangan lainnya.
Akibatnya, dokumen KUA-PPAS yang diajukan Pemkab Deli Serdang untuk dibahas dan diparipurnakan, ditolak dan dikembalikan berulang kali oleh pimpinan DPRD hingga batas waktu terlewati.
Bupati Deli Serdang, dr H Asriludin Tambunan, menyayangkan sikap legislatif daerahnya tersebut.
“Saya patuh pada arahan Mendagri, karena beliau pembantu Presiden. Bila ada instruksi seperti itu, ya langsung kita kerjakan. Tapi surat dari kita tak kunjung dibahas,” ucap Bupati, menanggapi kondisi yang disebutnya sangat disayangkan.
Tensi Politik Memanas, Warga Turun ke Jalan.
Kondisi ini memicu gelombang protes masyarakat. Aliansi Masyarakat Peduli Keadilan (AMPK) menggelar aksi damai pada Kamis (10/7/2025) di Gedung DPRD Deli Serdang, mendesak agar legislatif tidak lagi menghambat program yang menyentuh rakyat kecil.
Aksi tersebut ditanggapi sejumlah anggota DPRD dalam pertemuan bersama, di antaranya Ketua Fraksi PDI Perjuangan Antony Napitupulu, Ketua Fraksi Golkar Zul Amri, Herti Sastra Br Munthe, dan Gendro Judo Buwono.
Zul Amri berdalih bahwa pembahasan KUA-PPAS belum bisa dilakukan karena dokumen RPJMD yang menjadi dasar hukumnya, belum dibahas.
“Tidak ada niat memperlambat. Kami hanya mengikuti tahapan regulasi yang berlaku. RPJMD direncanakan dibahas hingga Agustus, baru setelah itu KUA-PPAS bisa masuk,” katanya.
Namun penjelasan ini tidak cukup meredam amarah publik, yang menganggap wakil rakyat justru memperumit jalan bagi percepatan pembangunan.
Ketua DPRD Tegas Menolak SE Mendagri.
Ketua DPRD Deli Serdang, Zakky Shahri, ketika dikonfirmasi, bersikukuh bahwa Surat Edaran (SE) Mendagri tidak dapat menjadi dasar hukum mengikat.
“Kami tidak bisa melanggar aturan. Jika mengikuti SE Mendagri begitu saja, bisa dianggap melanggar undang-undang. Bahkan bisa dikatakan SE itu sesat,” ucapnya tegas.
Relasi Eksekutif–Legislatif Memburuk, Isu PAW Mencuat
Pantauan awak media menunjukkan relasi antara Bupati dan pimpinan DPRD Deli Serdang kian memanas. Isu kepentingan pribadi dan tarik ulur politik makin terbuka dipertontonkan. Tak sedikit pengamat menyebut situasi ini mencoreng wajah Presiden Prabowo di mata rakyat, apalagi terjadi justru di daerah basis dukungan partainya.
Dalam beberapa forum elite Pemkab, mulai bermunculan wacana bahwa pimpinan DPRD Deli Serdang berpotensi terkena Pergantian Antar Waktu (PAW) karena dianggap tidak mendukung garis partai dan program strategis nasional.
Sementara itu, warga penerima bantuan BPJS Gratis yang jumlahnya mencapai ribuan keluarga kini hanya bisa berharap perubahan segera terjadi. Mereka yang semestinya merasakan langsung manfaat Asta Cita kini justru harus menunggu akibat tarik-menarik politik di parlemen lokal.
Sekedar mengingatkan, kisruh ini menjadi bukti bahwa pembangunan tidak cukup hanya dengan visi pusat, tapi juga perlu komitmen daerah yang selaras dan konsisten. Ketika kepentingan pribadi dan ego kekuasaan lebih diutamakan daripada rakyat, maka pembangunan pun terhambat.(rel/smsi)