![]() |
Keluarga pelaku ledakan bom di Surabaya. (Foto: Facebook/Puji Kuswati) |
Tak ada yang curiga dengan keluarga Dita Oepriarto sebagai bagian dari jaringan teroris paling berbahaya di Indonesia sampai melakukan aksi bom gereja. Mereka keluarga berada, tinggal di perumahan elite, punya usaha, dan berpendidikan baik.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bahkan ikut kaget dengan kasus ini. Dari kasus-kasus terorisme sebelumnya, biasanya para terduga teroris berasal dari kalangan menengah ke bawah.
"Tapi terus terang, yang surprise, ini tinggalnya di perumahan yang perekonomiannya bagus. Yang saya sedih itu. Biasanya kan kos-kosan," kata Risma.
Mereka tinggal di sebuah rumah mewah, tepatnya di Kompleks Wonorejo Asri, Kavling 22, Wonorejo Rungkut, Surabaya. Rumah di perumahan ini rata-rata dijual seharga Rp 1,2 miliar hingga Rp 1,5 miliar.
Dari mana pendapatan Dita dan keluarga? Berdasarkan keterangan tetangga, Dita adalah pengusaha minyak jintan hitam, minyak wijen, serta minyak kemiri. Minyak tersebut, juga dipasarkan oleh Dita melalui jejaring dunia maya.
Dari iklan promo yang tersebar di dunia maya, minyak-minyak tersebut ditawarkan sebagai obat untuk masalah rambut, dan kulit kepala sampai persoalan kesehatan penyakit dalam seperti diabetes, darah tinggi dan lain-lain. Harga minyak-minyak tersebut ditawarkan Rp 80 ribu per liter.
Bagaimana dengan sang istri yang bernama Puji Kuswati? Tak banyak cerita soal dia dari tetangga. Namun kumparan berhasil menemukan laman facebook-nya yang sudah tak aktif sejak tahun 2012 lalu.
Dari laman itu diketahui, Puji pernah bersekolah di Akademi Keperawatan RSI Surabaya. Dia juga pernah mengenyam pendidikan di SMAN 2 Magetan. Belum jelas, apakah Puji masih bekerja sebagai perawat saat ini.
Ketua RW 4, Wonorejo Asri, Taufik Gani, menerangkan, Dita adalah salah satu warganya yang ia kenal rajin mengikuti salat berjamaah di musala.
"Setiap Maghrib dan Isya selalu salat berjamaah bersama warga di musala dekat perumahan," jelas Taufik.
Taufik lalu mengenang, setiap pagi Dita selalu menyempatkan diri bersepeda bersama keempat anaknya, Yusuf Fadhil (18), Firman Halim (16), Fadhila Sari (12) dan Famela Rizqita (9).
"Tamu juga tidak terlalu banyak, tapi pernah beberapa kali datang. Sama warga, dengan kami, dengan tetangga sebelah, mereka itu tidak tertutup. Baik-baik saja," tambahnya.
Dari data di Kartu Keluarga, diketahui bahwa Dita adalah lulusan SMA dan lahir di Surabaya pada 23 September 1971. Sementara Puji yang lulusan Akper itu lahir pada 16 Juni 1975. Sedangkan empat anaknya semua lahiri di Surabaya.
Kronologis Peristiwa
Sang ayah bernama Dita mengemudikan mobil Toyota Avansa, menurunkan istrinya Puji Kuswanti dan dua putri mereka -- Fadila Sari , 12 tahun dan Pamela Rizkita, 9 tahun -- di GKI Wonokromo Diponegoro. Lalu sang ibu meledakkan bom yang digendongnya, dan membawa mati diri dan dua putri serta orang-orang yang tak dikenalnya.
Hampir bersamaan, dua anak laki-laki mereka -- Yusuf, 18 tahun dan Alif, 16 tahun -- berboncengan dengan sepeda motor, memangku bom, bergegas membelok di tikungan perempatan jalan dan meledakkan diri di halaman Gereja Santa Maria Tak Bercela.
Dita sendiri membawa mobil Toyota Avansa berisikan bom itu dan mengguncang gereja Pantekosta di Jalan Arjuna.
Dita, istri dan empat anak mereka tewas. Orang-orang yang tak mereka kenal tewas mengenaskan. Tak jelas juga apa yang nereka menangkan. (sumber : line today/simon)