![]() |
Ilustrasi |
Tobasa_metrokampung.com
Proyek-proyek pembangunan di sejumlah daerah Tobasa dipastikan terganggu sebagai dampak molornya penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBDP) 2018.
Dari data di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), molornya APBDP tercatat ada di 20 Kabupaten/Kota dan 2 provinsi. Kasus molornya penetapan APBDP ini sangat disayangkan karena jumlahnya cukup banyak dan rutin terjadi tiap tahun.
Persoalan klasik ini harus dicarikan solusi agar pembangunan di daerah tak terbengkalai, hal ini dilontarkan Jujung Sitorus SH pada jumat (21/09/2018) kepada metrokampung.
Ia menginspirasi, konflik atau ketidaksepahaman antara Eksekutif dan Legislatif kerap menjadi pemicu molornya penetapan APBDP itu.
Ketua Peradi Tobasa versi Junimart Girsang itu menilai dengan molornya penetapan APBDP, di pastikan realisasi program pada 2018 tidak akan maksimal.
“Sudah bisa dipastikan karena dimulai terlambat, pasti pembangunan juga molor,” ujarnya di Kafe Yoyo jumat siang. Pengesahan APBDP yang bersamaan dengan pencarian anggaran tetap harus melalui proses administrasi yang panjang.
Dengan kondisi ini, daerah hanya akan berjalan tanpa melakukan pem bangunan. “Paling yang jalan hanya proyek multiyears . Tapi tidak banyak daerah yang menjalankan ini. Di awal tahun daerah hanya akan melakukan pengeluaran rutin saja seperi gaji pegawai,” ungkapnya.
Adanya keterlambatan ini, tandas Jujung, juga membuat daerah cenderung jorjoran dalam menghabiskan anggaran pada akhir tahun. Bahkan, sering kali demi penyerapan yang tinggi, belanja yang dilakukan daerah tidak ber kualitas.
“Bagaimana mau belanjanya berkualitas jika harusnya anggaran digunakan dalam waktu 11 bulan jadi harus 9 atau 8 bulan saja. Kualitas terkorbankan, ”paparnya.
Dari pengamatannya, mayoritas molornya penetapan APBDP dipicu tarik-menarik kepentingan antara Pemerintah Daerah dan DPRD. Menurutnya negosiasi yang tidak berjalan lancar membuat pembahasan sering kali tertunda.
“APBDP ini momentum DPRD ingin kepentingannya ditampung Pemda, tapi belum tentu diakomodasi, ”kata Jujung lagi. Di tengah masih banyaknya daerah yang tidak disiplin ini, Kemendagri sebagai pembina otonomi daerah perlu mengambil langkah tegas.
Menurutnya daerah yang tidak mampu menetapkan APBDP sesuai dengan jadwal harus dikenai sanksi agar ada efek jera. “Jangan sampai Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah hanya jadi macan kertas saja,” ungkapnya.(*e/r)