Leidong-metrokampung.com
Dengan adanya larangan keras dari Kementrian Kelautan dan Perikanan tentang adanya alat tangkap ikan berjenis pukat tarek atau pukat trawl yang selalu menjadi pemicu bentrokan antara nelayan tradisional dengan keberadaan kegiatan penangkap ikan yang menggunakan pukat trawl tersebut.
Terlihat sangat jelas keberadaan pukat trawl tersebut secara terang terangan beroperasi sehingga para nelayan kecil (Tradisional.red) yang melaut harus berhati hati di saat sedang melakukan penangkapan ikan.
Pasalnya, alat tangkap ikan mereka seperti jaring, rawai sering kali terseret dan tertabrak pukat trawl sehingga para nelayan kecil mengalami kerugian, diperparah lagi dengan kerusakan biota bawah laut yang di sebabkan alat tangkap pukat trawl yang sangat sudah jelas dilarang keras oleh Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut.
Hasil pantauan jurnalis dilapangan juga memperlihatkan bahwa masih bebasnya beroperasi pukat trawl diwilayah perairan pantai Simandulang dan perairan pantai pesisir Kualuh Leidong.
Ketika media mencoba mengkompirmasi kepada salah seorang masyarakat nelayan Simandulang yang jati dirinya minta dirahasiakan pada media, mengatakan bahwasanya mereka sangat resah dengan keberadaan pukat trawl yang sampai saat ini masih bebas beroperasi melakukan penangkapan ikan.
Hal itu juga dikatakan Jepri Ritonga aktifis pemerhati lingkungan Sumatera Utara mengatakan bebasnya pukat tarek dua (trawl) di wilayah perairan Leidong dan perairan pantai simandulang diduga akibat adanya pembiaran dari pihak aparat terkait.
Selain itu adanya oknum wartawan berinisial HB dan AS yang mengatakan kepada aparat setempat bisa mengamankan atau membeckup oknum wartawan dan LSM baik di Kualuh Leidong maupun dari luar Leidong, hal itu dilakukan HB dan AS demi untuk mendapatkan keuntungan uang bulanan dari kegiatan ilegal fishing tersebut, dan rekaman percakapan itu menjadi simpang siur dikalangan sesama insan pers, ucapnya. (2R/tim)