Kesultanan KOTAPINANG Tinggal KENANGAN

Editor: metrokampung.com
Bangunan kesulatan Kotapinang zaman dahulu
Labusel-metrokampung.com
Bila kita melintas disana masih terlihat sisa-sisa puing kemegahan bangunan istana itu. Padahal bangunan bersejarah itu punya cerita yang sangat menarik.

Informasi yang dihimpun Pemkab Labusel sudah berupaya mendekati pihak ahli waris untuk memugar Bangunan Istana Kotapinang itu sebagai ICON Bukti Sejarah di Kabupaten Labusel.Namun upaya pendekatan itu mungkin masih belum menemui titik terang. "Kita sudah mendekati pihak ahli waris, kita tunggu dulu hasilnya," jelas Kadis Pariwisata Labusel Balyan.

Sejarah Singkat.....
Kesultanan Kota Pinang pada mulanya bernama Kesultanan Pinang Awan. Kesultanan ini didirikan oleh Batara Sinomba atau Batara Gurga Pinayungan Tuanku Raja Nan Sakti, putra Sultan Alamsyah Syaifuddin yang berasal dari Kerajaan Pagaruyung.

Sisa sisa peninggalan Bangunan istana Kotapinang
Sultan Batara Sinomba kemudian menikah dengan seorang puteri setempat. Ia memperoleh dua orang putra dan seorang putri yang bernama Siti Ungu Selendang Bulan. Kemudian ia menikah lagi dengan seorang putri setempat lainnya dan memperoleh seorang putra. Istrinya yang kedua berusaha mempengaruhi Batara Sinomba agar putranyalah yang kelak menggantikannya sebagai raja, sehingga kedua orang putra raja dari istri yang pertama itu diusir. Setelah membunuh Batara Sinomba berkat bantuan tentara Kerajaan Aceh, maka Sultan Mangkuto Alam putra dari istri yang pertama, naik tahta menjadi sultan Kota Pinang. Sebagai balas jasa, Siti Ungu dinikahkan kepada raja Aceh, Sultan Iskandar Muda. Kelak keturunan Mangkuto Alam dan Siti Ungu inilah kemudian yang menjadi raja-raja di Kesultanan Asahan, Pannai, dan Bilah.

Setelah Jepang meninggalkan Indonesia pada tahun 1945, para sultan di Sumatera Timur menghendaki kedudukannya sebagai raja kembali dipulihkan. Namun setahun kemudian, pergerakan anti-kaum bangsawan dalam sebuah Revolusi Sosial Sumatera Timur, tak menginginkan adanya pemulihan sistem feodalisme tersebut. Akibatnya kesultanan-kesultanan yang ada di Sumatera Timur, seperti Deli, Langkat, Serdang, Bilah, Panai, Kualuh, dan Kota Pinang, dipaksa untuk berakhir dan bergabung dengan Republik Indonesia.(TM/red)

Share:
Komentar


Berita Terkini