PP Nomor 43 Tahun 2018 Diterbitkan: Bagi yang Lapor Kasus Korupsi Dapat Hadiah Rp 200 Juta

Editor: metrokampung.com

Jakarta-metrokampung.com
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dengan terbitnya PP 43/2018 tersebut, maka masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam dan premi yang besarannya maksimal Rp 200 juta.

Pasal 17 ayat (1) PP 43/2018 menyebutkan, besaran premi diberikan sebesar dua permil dari jumlah kerugian keuangan negara yang dapat dikembalikan kepada negara.

"Besaran premi yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta)," demikian bunyi pasal 17 ayat (2) PP tersebut, seperti dikutip dari laman Setneg.go.id, Selasa (9/10/2018).

Sementara untuk pelapor tindak pidana korupsi berupa suap, besar premi yang diberikan sebesar dua permil dari nilai uang suap dan/atau uang dari hasil lelang barang rampasan dengan nilai maksimal Rp 10 juta.

Peraturan tersebut diteken Presiden Joko Widodo dan diundangkan oleh Kementerian hukum dan HAM pada 18 September 2018. PP 43/2018 itu telah masuk dalam lembaran negara RI tahun 2018 nomor 157.

Menurut PP 43/2018 itu, masyarakat dapat memberikan informasi mengenai dugaan tindak pidana korupsi kepada pejabat yang berwenang pada badan publik atau pun penegak hukum.

Pemberian informasi kepada penegak hukum dapat berbentuk laporan tertulis atau lisan, baik melalui media elektronik maupun nonelektronik.

Laporan mengenai dugaan korupsi harus sedikit memuat identitas pelapor dan uraian mengenai fakta tentang dugaan telah terjadi korupsi.

Pelapor juga wajib melampirkan fotokopi KTP atau identitas diri lain dan dokumen atau keterangan terkait tindak pidana korupsi yang dilaporkan.

Nantinya, Pelapor juga berhak mengajukan pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada Penegak Hukum. Setelah melaporkan, pelapor juga berhak mendapatkan perlindungan hukum.

Syarat
Namun, sebagaimana dikutip dari Kompas.com, dalam PP itu disebutkan setiap pelapor kasus korupsi yang menerima penghargaan harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan pemerintah. Salah satunya, mendapat penilaian dari penegak hukum.

Penegak hukum akan melakukan penilaian terhadap tingkat kebenaran laporan yang disampaikan oleh pelapor dalam upaya pemberantasan atau pengungkapan tindak pidana korupsi.

Penilaian itu dilakukan dalam waktu paling lama 30 hari kerja terhitung sejak salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima oleh jaksa.

Dalam memberikan penilaian, penegak hukum mempertimbangkan peran aktif pelapor dalam mengungkap tindak pidana korupsi, kualitas data laporan atau alat bukti, dan risiko bagi pelapor.

5 modus pencucian uang hasil korupsi
Sementara itu, Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein dihadirkan sebagai ahli dalam sidang perkara korupsi pengadaan e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (9/10/2018).

Yunus memberikan keterangan untuk dua terdakwa, yakni Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung.

Dalam persidangan, Yunus menjelaskan ada lima modus yang paling sering terjadi dalam tindak pidana pencucian uang.

"Setiap tahun, seluruh lembaga pelaporan transaksi keuangan berbagai negara berkumpul dan membawa contoh kasus masing-masing. Dari situ terkumpul lima modus pencucian uang," ujar Yunus kepada majelis hakim.

Modus pertama yakni, pelaku tindak pidana bersembunyi di dalam perusahan yang dikuasai oleh pelaku. Misalnya, uang haram hasil korupsi dicampur di dalam rekening perusahaan yang menyimpan uang dari sumber yang sah.

Kedua, modus menyalahgunakan perusahaan orang lain yang sah, tanpa sepengetahuan pemiliknya.

Modus ketiga, pelaku menggunakan identitas palsu. Sebagai contoh, menggunakan KTP palsu atau atas nama orang lain, dengan tujuan menyembunyikan identitas pelaku.

Modus keempat, pelaku memanfaatkan kemudahaan di negara lain. Misalnya, tax heaven country.

"Menyimpan uang di negara tax heavensupaya susah ditembus informasinya. Biasanya sangat ketat kerahasian, dan pajaknya longgar," kata Yunus.

Kemudian, modus kelima yaitu, pelaku tindak pidana membeli aset tanpa nama. Misalnya uang, perhiasan, lukisan dan benda-benda berharga lainnya. (*)
Share:
Komentar


Berita Terkini