Kecewakan Pasien, RSUD Batubara Diselimuti Segudang Masalah

Editor: metrokampung.com
B Hasibuan (kanan)  didampingi keluarga mengaku bosan menunggu kedatangan oknum dokter specialis  yang sejak pagi belum kelihatan. 
(foto dijepret Rabu (17/7).

Batubara - Metrokampung.com
Kesan amburadulnya keberadaan serta pelayanan kesehatan di RSUD Batubara sudah menjadi pembicaraan dikalangan warga terlebih warga yang pernah memanfaatkan jasa RSUD milik Pemkab Batubara tersebut.

Selain minimnya pengadaan obat-obatan, perihal menunggu kehadiran oknum dokter spesialis juga terkesan memuakkan warga. Seperti diungkapkan B. Hasibuan (60)  salah seorang warga  asal Desa Cahaya Pardomuan, Kecamatan Datuk  Lima Puluh Kabupaten Batubara.

Kondisi lingkungan RSUD yang kuran penerangan sehingga para pembesuk terpaksa ngobrol dalam gelap. 
(foto dijepret, Selasa malam (16/7).

Kehadirannya di RSUD, Rabu (17/7) untuk memeriksakan penyakit dibagian perutnya namun  membuat dia dan keluarga mengaku muak. Masalahnya oknum dokter specialis penyakit dalam yang ditunggu-tunggunya sejak pagi tak kunjung tiba.

"Dari jam 8.00 Wib saya sudah datang kesini tapi dokter belum masuk. Oleh pegawai saya disuruh pulang dulu dan nanti jam 11.00 Wib datang lagi. Tapi sampai sekarang (sekitar pukul 12.00 Wib) dokter belum juga terlihat. Bosan (muak) kali kami menunggunya", ucap Hasibuan.

Staf keuangan RSUD Hj Ida saat menerima biaya perobatan pasien yang disebutkannya berdasarkan Perbub.
(foto dijepret Rabu (17/7).

Minimnya obat-obatan ini juga tak luput menjadi bagian dari sejubel masalah di RSUD yang baru lulus akreditasi itu. Sebab, kebanyakan pasien yang berobat harus membeli obat sendiri diluar RS.

Salah seorang keluarga pasien Sonya (38) warga Desa Empat Negeri, Kec Lima Puluh mengatakan, untuk pengobatan anaknya yang diduga menderita Demam Berdarah Dangue (DBD) ia harus membeli obat di diluar RSUD. Karena menurut para medis obat yang dibutuhkan tidak tersedia, katanya.

"Disini tak ada obat terpaksa kami beli di apotik di Perdagangan dan Indrapura. Bagaimana penanganan bisa cepat kalau obat harus dibeli diluar. Hanya saja kami disuruh menandatangi pernyataan tidak keberatan membeli obat diluar RSUD", aku  Sonya.

Tabel biaya perawatan.

Menilai penanganan di RSUD tidak memuaskan, Sonya memilih memindahkan anaknya yang sakit dari RSUD tersebut.

Dijelaskan Sonya, terhitung 4 hari anaknya dirawat diruang kelas II pihaknya harus membayar Rp 3.230.000. Jumlah itu dikurangi biaya obat yang dibeli sendiri sebesar Rp. 302.000.

Hanya saja tambah Sonya, dari jumlah biaya yang dibayar pihak RSUD tidak merinci satu persatu pos-pos pembiayaan.

Masalah kelangkaan obat-obatan yang dihadapi Sonya dibenarkan sejumlah tenaga honorer di RSUD. "Obat-obatan memang langka sehingga tak jarang pasien yang masuk harus dirujuk ke RS diluar Batubara", aku sejumlah honorer.

Senada dikatakan salah satu pasien diruang rawat inap yang juga diduga menderita DBD. Ia mengaku harus membeli obat diluar lantaran di RSUD tidak cukup obat.

Terkait biaya perawatan, Plt Direktur RSUD Batubara melalui staf keuangan Hj Ida, kepada wartawan menolak memberikan rincian biaya. Sebab kata dia pihaknya tidak memakai rincian karena biaya tersebut berdasarkan diagnosa dan sudah perpaket.
"Biaya itu sudah baku sesuai Peraturan Bupati (Perbub) yang disepakati Dinas Kesehatan dan disetujui DPRD", ujarnya.

Hj Ida mencontohkan, pasien yang masuk hari ini dan pulang esok hari bisa dianggap pasien rawat jalan. Akan tetapi kalau pasien menginap lebih dua hari maka pembiayaanya harus berdasarkan Perbup yang dikurangi biaya obat yang dibeli sendiri.
Keterangan Hj Ida dibenarkan Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten  Batubara dr Deny Syahputra.
Hanya saja kata Deny, soal kelangkaan obat-obatan di RSUD bukan lagi tanggungjawab Dinas Kesehatan.

"RSUD ada anggaran sendiri dan sudah ada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)  sendiri. Miliaran anggan disana dan itu tanggung jawab RSUD. Itu juga perlu dipertanyakan", saran Deny.

Selain soal keterlambatan oknum dokter specialis, kasus penerangan dilingkungan RSUD Batubara turut menambah cibir warga. Sebab jangankan soal penerangan jalan sedangkan dilingkungan RSUD tidak sedikit ditemukan bagian gedung gelap gulita. Seperti halnya dilingkungan loundry, teras ruang gizi, selasar, teras rawat inap dan teras ruang VIP.

"RSUD kok gelap macam 'kuburan',  menakutkan. Jangankan lampu penerangan jalan, dilingkungan RSUD pun tak ada lampu, parah", ungkap D Sinaga salah seorang warga pembesuk.

Dia meminta Bupati Batubara Ir H Zahir, MAP serius dalam penataan RSUD yang terletak persis di lingkungan perkebunan kelapa sawit tersebut.

"Tata dengan baik serta evaluasi managemen di RSUD agar visi perubahan yang dicanangkan Zahir-Oky dapat segera dirasakan masyarakat", seru Sinaga.(ea.ps/mk)
Share:
Komentar


Berita Terkini