Pejuang Dana Desa Ikut Bursa Cakades Hutabulu-Mejan-Tobasa

Editor: metrokampung.com
Henry Hutagaol, Cakades No. Urut. 1dan moment Perjuangan nya.

Medan, Metrokampung.com
Seperti yang diketahui bersama, system dan dinamika Demokrasi di Indonesia sudah semakin berkembang. Terbitnya undang-undang Desa Nomor 6 tahun 2014 merupakan pondasi kokoh bagi masyarakat untuk terlibat langsung dalam system demokrasi, dimana tidak hanya terjadi ditingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten, namun juga dapat terjadi ditingkat Desa. Hal itu bertujuan untuk menciptakan perubahan kesejahteraan secara langsung ditengah-tengah masyarakat arus bawah (pelosok desa).

Untuk diketahui bersama, motor penggerak perjuangan diterbitkan nya Undang-Undang Desa adalah Parade (Persatuan Rakyat Desa) Nusantara, sebuah  organisasi kemasyarakatan yang mayoritas anggota dan pengurusnya adalah masyarakat pedesaan dengan pilar penyangga nya adalah aparatur pemerintahan desa yaitu, para kepala desa dan mantan kepala desa, perangkat desa dan lainya. Berbagai aksi perjuangan yang dilakukan ribuan kades kala itu, dengan dibawah kepemimpinan Sudir Santoso selaku ketua Umum Parade Nusantara, akhirnya membuahkan hasil dengan disahkan nya Undang-undang Desa diakhir tahun 2013.

Henry Hutagaol, Putra Desa Hutabulu-Mejan, Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) yang pada masa itu menjabat sebagai kepala desa menjadi saksi hidup atas proses perjuangan ribuan kepala desa yang tergabung dalam wadah Parade Nusantara dalam memperjuangkan pengesahan Undang-undang Desa. Ayah yang memiliki 3 (tiga) putra ini juga merupakan satu dari antara perwakilan kepala desa se-Kabupaten Tobasa, Provinsi Sumatera Utara yang berangkat menuju Gedung DPR RI di Jakarta dan meneriakan aspirasi yang menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat desa.

Sayangnya, komitmen yang dijunjung atas dasar kesepakatan bersama dengan para penetua adat di Desa tersebut, membuat Henri Hutagaol tidak dapat mengimplementasikan atau menerapkan buah perjuangan yang dicapai untuk kemajuan Desa nya. Sehingga atas dasar komitmen dengan ” system bergiliran “, maka tongkat kepemimpinan harus diserahkan kepada pengganti yang sudah disepakati.

Memonitor realisasi buah perjuangan yang dilaksanakan oleh pengganti selama 5 tahun, Henry justru merasa bahwa pelaksanaan buah keberhasilan yang dicapai nya bersama rekan juang terdahulu, tidak sesuai dengan keadaanya dan cenderung timbul ketidakadilan yang bermuara pada kesenjangan social. Padahal, sejatinya Undang-undang Desa yang diperjuangkan tersebut adalah untuk kesejahteraan yang adil dan merata bagi masyarakat desa.

Beranjak dari kesimpulan amatan tersebut, ketidakkonsistenan atas kesepakatan bersama para pentua Desa, dengan mengingkari perjanjian adat menjadi motifator utama bagi Henry Hutagol untuk maju menjadi competitor Pilkades atau Calon Kepala Desa (Cakades) di Desa Hutabulu-mejan. Mengingat, System bergiliran yang telah disepakati, harus berujung pada Pemilihan, dengan dalih Si pengingkar janji, bahwa perjanjian dimaksud tidak secara tertulis.

Henry Hutagaol, Calon Kepala Desa Hutabulu-mejan dengan nomor urut.1 menyatakan bahwa dirinya ingin meluruskan prinsip perjuangan yang sempat tertunda. Untuk menyadarkan masyarakat bahwa perjuangan yang Ia lakukan bersama ribuan kepala desa kala itu, adalah demi mensejahterakan masyarakat desa secara adil dan merata, bukan kesejahteraan sekelompok orang. Dan itu hanya bisa diwujudkan oleh orang-orang yang mengerti arti sebuah perjuangan.

Usai hal tersebut Ia tunjukan, Henry juga berjanji akan memberlakukan kembali “ system bergiliran “, sistem yang sudah digariskan para pentua-penetua sebelumnya. Itu akan menjadi sebuah kearifan local yang harus dijaga dan dipertahankan di Desa tersebut. (FT/MK)
Share:
Komentar


Berita Terkini