Istri Meninggal, Mertua Serakah Maria Jadi Sandera

Editor: metrokampung.com

Medan, metrokampung.com
Hari Valentine 14 Februari 2022 menjadi momentum kasih sayang bagi Guntur Sinaga terhadap Maria yang ditinggal sang ibu untuk selamanya. Sang ayah memperjuangan putrinya yang jadi sandera pihak mertua. Terpaksa membuat laporan di Polda dengan dugaan pasal Tindak Pidana mencabut orang yang belum dewasa dari kuasa yang sah. Rabu, 16 Februari 2022.

GUNTUR Sinaga, 39 Tahun, penduduk Kesawan Medan, tidak menyangka jika rumah tangganya berakhir kelana. Kepergian sang istrinya tercinta menemui Tuhannya di Sorga, menguak ‘keserekahan’ mertua yang berupaya menggulung asset mereka dengan modus menjadikan putrinya Maria bagai sandera alias jaminan untuk tukar-guling.

Sinaga menceritakan prahara yang menyelemuti kehidupannya sejak 30 September 2021. Istrinya Boru Simbolon yang tengah hamil delapan bulan harus dilarikan ke rumah sakit. Akibat virus Covid-19 yang dideritanya, Boru Simbolon  harus ‘dibedah’ sebagai langkah penyelamatan anaknya yang kedua. Bayi preumateur itu dia beri nama Maria.

“Ya… Maria Sinaga, nama yang diambil dari penggalan nama mendiang istri saya. Maria harus berpisah dengan ibundanya ketika masih berusia empat hari,” sebut Sinaga.
Boru Simbolon akhirnya harus  meninggalkan si bayi Covid-19, yang saat itu bertaruh nyawa di incubator menjalani proses prokes Covid-19 hingga dinyatakan bayi kuning, yang menjadi kisah kepergian ibunya.

Mulai Aneh
Sinaga tak berdaya, serasa hidup di dunia hampa. Tapi dia masih ingat berdoa, agar almarhum istrinya pergi dalam keadaan tenang, dan kesehatan Maria semakin baik.

“Saya paham betul dengan mertua saya, karena sejak perkawinan ku dengan putri mereka, kami tinggal serumah,” kata Sinaga. Tanggal 4 Oktober saat kepergian istrinya, gelagat pihak mertuanya mulai aneh dan bagai di luar aslinya.

Jenazah harus terkulai rela di Rumah sakit, menunggu kedatangan pihak mertua dari rumah, yang katanya sedang mencari-cari pakaian yang akan digunakan almarhumah ke makamnya.

"Karena saya rasa sudah tak pantas lagi untuk tinggal di rumah mertua setelah kepergian istri saya untuk selamanya,” ungkap Sinaga. 

Sesaat dokter menyatakan Maria telah melewati tahapan bayi kuning, Sinaga pun mengajak orangtuanya untuk mendampinginya pamitan kepada mertua.
Saat itu, situasi semua berubah. 

“Isi lemari perhiasan kami sudah berubah. Semua yang kami punya, uang dan surat-surat berharga dan sejumlah bukti kepemilikan mereka sandera. Ya.., termasuk Maria,” ujarnya.

Membungkus Harta
Tidak hanya ayah dan ibu mertua, lae-lae saya juga kerap bersikap patentengan merasa bagai menguasai semua kebijakan keluarganya. 

“Ya… mungkin mereka tersinggung karena saya pamitan, yang merasa janggal untuk tetap tinggal serumah dengan mertua. Atau memang mereka merasa lebih berkuasa terhadap Maria, atau hanya sekadar menjadikannya sandera untuk membungkus harta kami yang pernah ada selama perkawinan. Mungkin Tuhan lebih tahu,” katanya.

Kasus ini telah dibicarakan di internal penatua adat. Bahkan pelaksanaan musyawarah bersama keluarga dihadapan penatua adat sudah dirancang dan ditetapkan harinya, akhirnya gagal, karena dibatalkan sepihak oleh mertua.

Duka keluarga ternyata belum berakhir Nopember 2021, ibu mertua menyusul putrinya di Sorga, rumah mertua terpaksa dikosongkan, karena Covid-19 yang terus menyerang sedangkan Maria dibawa keluarga lae (tulangnya) ke kediaman mereka.

“Perang mulut antara saya dengan tulangnya Maria semakin memanas. Mereka merasa lebih berkuasa dan lebih perhatian ketimbang saya sebagai ayah kandungnya yang berjuang memberikan pelayanan kesehatan terbaik buat Maria,” kisah Sinaga. Disaat kesehatan Maria sempat terganggu masa itu.

Lapor LPA dan Polda
Sejak itu Sinaga, merasa sangat dibatasi untuk bertemu putrinya padahal pengasuhan Maria merupakan hak dan tanggungjawab saya sebagai ayahnya, termasuk si sulung, abangnya Maria. 

“Mereka sangat-sangat membatasi hubungan saya dengan boru saya,” katanya lagi.

Kini, pikiran buntu nan hampa mulai hilang dari Sinaga. Duka berantai keluarga mertua sudah mulai reda dan tinggal kenangan saja. Sinaga mulai berpikir tentang masa depan kedua buah hatinya.

“Maria harus berada dalam pengasuhan saya. Masa depannya harus berada di bawah perjuangan saya sebagai ayahnya, bukan di tangan siapa-siapa, termasuk bukan di tangan keluarga mertua. Karena Maria itu Boru Sinaga, bukan Boru Simbolon,” tekadnya.

Karena berbagai upaya keluarga tidak menemui jalan tengah, akhirnya Sinaga mengadukan persoalan yang dihadapinya kepada Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Medan, yang disambut ketuanya Alihot Sinaga.

Tidak sampai di situ, di hari valentine (kasih sayang), akhirnya Sinaga terpaksa melaporkan ayah mertuanya ke Polda Sumatera Utara dengan STTLP/284/II/2022/SPKT/Polda Sumatera Utara, Tanggal 14 Februari 2022. SN-R (SS/mk)
Share:
Komentar


Berita Terkini