Honor Transport Pelantikan KPPS Humbahas Belum Tersalur

Editor: metrokampung.com

Humbahas, Metrokampung.com
Pemilu 2019 memiliki catatan kelam dengan adanya sejumlah anggota (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) KPPS yang sakit dan bahkan sampai meninggal dunia saat menjalankan tugas mereka.

KPU sendiri sebetulnya sudah menaikkan honor anggota KPPS untuk Pemilu 2024 ini sekitar dua kali lipat, guna menujukan penghargaan patut terhadap KPPS. Lantas mengapa masih saja mencuat keluhan tentang ketidakadilan yang dirasakan kawan-kawan para anggota KPPS, seperti yang diungkapkan sejumlah Anggota KPPS di Humbang Hasundutan (Humbahas).
 
Dengan membandingkan penghargaan dan penghormatan yang diperoleh anggota KPPS di Kabupaten tetangga. 

S. Simamora  salah seorang anggota KPPS wilayah Kecamatan Doloksanggul kepada awak media Kamis, (1/2/2024) mengaku bingung, mengapa kawan-kawan anggota KPPS di Kabupaten lain memperoleh honor atau biaya transport pelantikan, sedangkan di Humbang Hasundutan justru tidak berjalan. 

"Ku dengar di kabupaten lain, seperti Kabupaten Toba berjalan nya dana transpot pelantikan anggota KPPS. Tapi di Humbang tidak ada sama sekali. Kutanya kawan-kawan lain juga tidak ada yang terima," ungkapnya. 

Senada juga dikemukakan anggota KPPS lainnya yakni K. Lumban Gaol, anggota KPPS wilayah Kecamatan Onan Ganjang. Disampaikan bahwa dalam prosesi pelantikan  dirinya bersama rekan-rekan lain hanya disajikan Snack dan tidak mendapat honor transport pelantikan sebagaimana yang dimaksud.  

"Gak ada kita terima pak. Ya cuma snack dan minum saja, " jawabnya. 

Ketua Panitia Penyelenggara Pemilu (PPK) Kecamatan Pakkat Rudianto Manulang yang turut dikonfirmasi malah mengatakan bahwa pihak nya selaku PPK tidak pernah terlibat dalam realisasi anggaran. Serta menyatkan bahwa PPK tidak pernah mengetahui seperti apa kerangka kerja anggaran KPU kabupaten. 

"Tak pernah terlibat dan tak pernah tahu seperti apa daftar pelaksanaan anggaran itu, " katanya. 

Demi memperoleh keterangan pembanding,  Ketua KPU Toba, Sugar Sibarani yang turut dikonfirmasi media menyampaikan bahwa apa yang sudah menjadi agenda kerja anggaran, itu yang mereka terapkan dilapangan. Dan diakui, bahwa  pihaknya ada menyalurkan dana transportasi pelantikan bagi seluruh anggota KPPS yang dilantik. 

Ditanya soal adanya kemungkinan perbedaan kebijakan anggaran dimasing-masing kabupaten, Sugar menjawab bahwa seyoginya  itu semua satu pintu. Artinya apa yang diturunkan atau dikeluarkan dari pintu dimaksud, itu yang dijalankan. 

"Kita kan satu pintu. Apa yang diturunkan itu yang diterapkan," jawabnya. 

Untuk kepentingan keberimbangan berita dan penjelasan atas fenomena yang terjadi Ketua KPU Humbahas melalui Sekretaris KPU Resbol Lumban Gaol,  kepada wartawan menjelaskan bahwa tidak tersalurnya biaya transport tersebut disebabkan terbatasnya uang persediaan di kas KPU dalam membiayai kegiatan.

"Kita masih pengajuan pak, nanti akan dibayarkan melalui ppk atau pps masing-masing. Karena kemarin uang persediaan kita tidaj cukup. Kita sekarang proses permohonan penambahan uang persediaan," jelasnya. 

Untuk dapat dipahami bersama, dalam sebuah kesempatan Titi Anggraini, dosen Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia, mengatakan bahwa petugas KPPS adalah “garda terdepan dalam proses pemilu”.

“Mereka yang bertugas melakukan pemungutan dan penghitungan suara yang merupakan proses puncak dalam rangkaian tahapan pemilu,” ujar Titi. 

“Di hari pemungutan suaralah setiap warga negara akan memberikan suaranya dengan difasilitasi KPPS, yang kemudian akan dihitung sesuai dengan apa yang menjadi intensi atau kehendak pemilih. Bisa dibilang kemurnian suara pemilih pada hari-H pemilu akan sepenuhnya bergantung pada kapasitas dan integritas petugas KPPS.”

Petugas KPPS, jelas Titi, menentukan apakah suara pemilih adalah sah atau tidak sah. Tanpa kapabilitas yang cukup, maka suara pemilih bisa menjadi tidak berharga atau tidak bernilai karena salah dalam menentukan apakah coblosan yang sudah diberikan pemilih bernilai sah atau tidak sah.

“Bayangkan kalau coblosan yang mestinya dihitung sebagai suara sah lalu dinyatakan sebagai suara tidak sah? Tentu akan fatal sekali dampaknya. Suara pemilih jadi tidak bermakna, kandidat yang mestinya menang dan mendapatkan kursi, justru bisa gigit jari,” tutur Titi.

Pernyataan Dosen UI itu pun diperkuat oleh pengamat politik dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Agustyati, dengan mengatakan KPPS adalah “ujung tombak” dalam penyelenggaraan pemilu.

“Pemilih akan memberikan suaranya di TPS, dan kelancaran proses di TPS akan sangat bergantung pada kecermatan anggota KPPS. Selain membutuhkan pengetahuan yang mumpuni ihwal teknis penyelenggaraan pemilu serta memiliki ketelitian dan keakuratan, lanjut Khoirunnisa, beban anggota KPPS juga cukup kompleks," ujar nya. 

“Karena mereka bukan hanya bekerja saat proses pemungutan suara saja, tapi mulai dari persiapan sampai penghitungan suara,” tutup dia. (FT)
Share:
Komentar


Berita Terkini