Nias Selatan, Metrokampung.com
Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah II melaksanakan kegiatan Monitoring Keterawatan Situs dan Kinerja Juru Pelihara di Kabupaten Nias Selatan (14 s/d 19 Juni 2025).
Kegiatan ini dilakukan untuk memastikan bahwa upaya pelestarian terhadap sejumlah Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) dan Cagar Budaya yang telah terdata dapat berjalan dengan optimal, meskipun sebagian besar dari objek-objek tersebut belum menjadi bagian dari destinasi wisata utama di wilayah ini.
Lima lokasi menjadi sasaran monitoring kali ini, yaitu: Situs Megalitik Bitaha (Desa Olayama, Kecamatan Huruna); Omo Hada Sebua (Desa Bawomataluo); Situs Megalitik Tundrumbaho; Situs Megalitik di Desa Lahusa Satua; Omo Hada Sebua (Desa Hilinawalo Mazino).
Tim pelaksana terdiri dari Dharma Kelana Putra, Teuku Rijalul Fikri, Windra Hardi Purba, dan Dede Semiawan.
Kegiatan ini merupakan bagian dari tanggung jawab kelembagaan BPK Wilayah II dalam melakukan evaluasi berkala terhadap objek yang berada dalam pengawasan, terutama yang telah memiliki Juru Pelihara dan dibiayai melalui DIPA BPK Wilayah II.
Monitoring dilakukan dengan menggunakan formulir khusus yang telah disusun oleh Ahli Konservasi Cagar Budaya BPK Wilayah II, yang mencakup aspek-aspek keterawatan fisik situs dan aspek administratif serta teknis dari kinerja Juru Pelihara.
Melalui formulir ini, diperoleh data terukur yang menggambarkan kondisi aktual situs—apakah berada dalam keadaan terawat atau tidak—dan apakah Juru Pelihara telah menjalankan tugas sesuai Prosedur Operasional Standar Konservasi.
Hasil dari formulir dan observasi lapangan ini kemudian disusun dalam bentuk laporan kegiatan, yang menjadi dasar pengambilan keputusan oleh BPK Wilayah II terkait langkah-langkah pelestarian selanjutnya.
Jika ditemukan pelanggaran atau ketidaksesuaian, Juru Pelihara dapat dikenai sanksi administratif, mulai dari teguran tertulis hingga pemberhentian.
Dalam kunjungan kali ini, Situs Omo Hada Sebua di Desa Hilinawalo Mazino tidak sempat dikunjungi oleh tim monitoring karena hujan yang cukup deras dan kekhawatiran akan medan yang kurang bersahabat.
Namun, tim sempat bertemu dengan Bapak Sopan bu’ulolo, ahli waris Omo Hada Sebua Hilinawalo Mazino di Teluk dalam.
Pertemuan tersebut berlangsung dengan hangat, dan diisi dengan diskusi seputar pelestarian warisan budaya, baik cagar budaya maupun warisan budaya takbenda di Desa Hilinawalo Mazino.
Menutup diskusi, T. Rijalul Fikri menekankan bahwa kelestarian Cagar Budaya bukanlah tanggung jawab satu pihak saja, melainkan sinergi dari seluruh pemangku kepentingan. “Jika diibaratkan sebuah perjalanan, pelestarian budaya adalah perjalanan panjang.
"Harus saling mendukung dan jangan sampai kita berjalan sendiri. Kalau sendiri-sendiri, jangankan sampai ke tujuan, cita-cita mulia itu bisa kandas di tengah jalan. Karena sehebat apapun orangnya, kalau tidak ada saling support pasti akan kelelahan juga pada waktunya," ucapnya.(Rel/Lubis/MK)
Monitoring dilakukan dengan menggunakan formulir khusus yang telah disusun oleh Ahli Konservasi Cagar Budaya BPK Wilayah II, yang mencakup aspek-aspek keterawatan fisik situs dan aspek administratif serta teknis dari kinerja Juru Pelihara.
Melalui formulir ini, diperoleh data terukur yang menggambarkan kondisi aktual situs—apakah berada dalam keadaan terawat atau tidak—dan apakah Juru Pelihara telah menjalankan tugas sesuai Prosedur Operasional Standar Konservasi.
Hasil dari formulir dan observasi lapangan ini kemudian disusun dalam bentuk laporan kegiatan, yang menjadi dasar pengambilan keputusan oleh BPK Wilayah II terkait langkah-langkah pelestarian selanjutnya.
Jika ditemukan pelanggaran atau ketidaksesuaian, Juru Pelihara dapat dikenai sanksi administratif, mulai dari teguran tertulis hingga pemberhentian.
Dalam kunjungan kali ini, Situs Omo Hada Sebua di Desa Hilinawalo Mazino tidak sempat dikunjungi oleh tim monitoring karena hujan yang cukup deras dan kekhawatiran akan medan yang kurang bersahabat.
Namun, tim sempat bertemu dengan Bapak Sopan bu’ulolo, ahli waris Omo Hada Sebua Hilinawalo Mazino di Teluk dalam.
Pertemuan tersebut berlangsung dengan hangat, dan diisi dengan diskusi seputar pelestarian warisan budaya, baik cagar budaya maupun warisan budaya takbenda di Desa Hilinawalo Mazino.
Menutup diskusi, T. Rijalul Fikri menekankan bahwa kelestarian Cagar Budaya bukanlah tanggung jawab satu pihak saja, melainkan sinergi dari seluruh pemangku kepentingan. “Jika diibaratkan sebuah perjalanan, pelestarian budaya adalah perjalanan panjang.
"Harus saling mendukung dan jangan sampai kita berjalan sendiri. Kalau sendiri-sendiri, jangankan sampai ke tujuan, cita-cita mulia itu bisa kandas di tengah jalan. Karena sehebat apapun orangnya, kalau tidak ada saling support pasti akan kelelahan juga pada waktunya," ucapnya.(Rel/Lubis/MK)