![]() |
Ketua LBH Medan, Irvan Saputra, SH., MH. |
Medan, metrokampung.com
Hari Kemerdekaan Indonesia tinggal menghitung hari, namun semakin dekatnya kemerdekaan itu rakyat Indonesia di hebohkan dengan maraknya pengibaran Jolly Roger atau Bendera One Piece (Tengkorak Dengan Dua Silang Tulang Bertopi Jerami).
Akibatnya maraknya pengibaran Jolly Roger pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menkopolkam) Budi Gunawan mengatakan terdapat konsekuensi pidana terhadap tindakan yang dapat menciderai kehormatan bendera Merah-Putih.
Tidak hanya itu menteri HAM Natalius Pigai juga melarang masyarakat mengibarkan bendera One piece dan mengatakan hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum sekaligus sebagai bentuk makar apabila dikibarkan sejajar dengan bendera merah putih.
Setali tiga uang, tidak hanya respon dari eksekutif pengibaran bendera one piece juga mendapatkan tanggapan dari legislatif. Respon tersebut disampaikan oleh wakil ketua DPR RI, Sufmi Dasco ketika ditanya awak media ia mengatakan kita mendeteksi dan mendapatkan masukan lembaga pengamanan Intelijen ada upaya-upaya memang memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. ia juga menegaskan ada gerakan sistematis untuk memecah kesatuan bangsa dan Dasco menghimbau melawan hal-hal seperti itu dan bersatu.
Menyikapi respon pemerintah dan DPR terhadap pengibaran bendera one piece atau Jolly Roger, LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan HAM menilai jika pemerintah dan DPR Lebay (Berlebihan).
Serta diduga berupaya mengintimidasi atau menakut-nakuti warganya. Senen, (5/8)
Secara hukum pengibaran Jolly Roger bukanlah perbuatan Makar/tindak pidana yang bisa disanksi dengan pemidanaan. Pengibaran bendera tersebut merupakan ekpresi sebagai bentuk/simbol perlawanan atas ketidakadilan, tirani dan kekuasaan yang sewenang-wenang.
Ekspresi itu dilakukan sebagai kritik rakyat atas kinerja pemerintah yang dinilai tidak memberikan keadilan dan kesejahteraan kepada rakyat.
Secara hukum pengibaran Jolly Roger bukanlah perbuatan Makar/tindak pidana yang bisa disanksi dengan pemidanaan. Pengibaran bendera tersebut merupakan ekpresi sebagai bentuk/simbol perlawanan atas ketidakadilan, tirani dan kekuasaan yang sewenang-wenang.
Ekspresi itu dilakukan sebagai kritik rakyat atas kinerja pemerintah yang dinilai tidak memberikan keadilan dan kesejahteraan kepada rakyat.
Secara tegas pengibaran bendera tersebut merupakan kritik rakyat terhadap negara dan sebagai bentuk kecintaan terhadap bangsa Indonesia dan Bukan bentuk merendahkan dan menghindari bendera Merah Putih.
LBH Medan juga menduga respon terkait pengibaran bendera merupakan pelanggaran hukum atau makar adalah intimidasi atau menakut-nakuti rakyat. Harusnya permintah tidak perlu menanggapi hal tersebut terlalu Lebay (berlebihan) dikarnakan menyampaikan pendapat, ekspresi dan kritik dijamin konstitusi sebagaimana amanat pasal 28E Ayat 3 UUD 1945 yang menegaskan Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Perlu diketahui negara Indonesia telah mengatur terkait pengibaran bendera yaitu Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Artinya Selama tindakan tersebut tidak dimaksudkan untuk mengganti, merendahkan, atau menghina Bendera Merah Putih, maka tidak dapat dikategorikan sebagai makar/tindak pidana.
Merujuk hal tersebut kita dapat melihat pasal 21 ayat 1 dan 2 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2009 2009
TENTANG
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG. Menegaskan jika bendera merah putih dipasang bersama dengan bendera lain atau panji dalam satu tiang maka sangsaka Merah putih harus berada di atasnya.
LBH Meyakini jika Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dengan rakyat yang cerdas, maka tidaklah mungkin dengan adanya pengibaran bendera One Piece bisa memecah belah bangsa dan merusak persatuan dan kesatuan.
Harusnya dengan masifnya kritik melalui pengibaran Jolly Roger pemerintah dan DPR memperbaiki kinerjanya dan menjalankan tugas secara hukum untuk memberikan keadilan dan kesejahteraan terhadap rakyat Indonesia.
Oleh karena itu LBH Medan menyatakan sikap stop untuk menakut-nakuti bangsa dengan ancaman pidana. Karena hal tersebut bertentangan dengan Konstitusi, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan International Covenant on Civil and Political Right (ICPPR). (amr)