Nelayan Kecil Sulit Mendapat Solar Bersubsidi Karena Pendistribusian Tidak Tepat Sasaran di Tanjungbalai

Editor: metrokampung.com

Tanjungbalai, metrokampung.com
Nelayan kecil yang ada di Tanjungbalai saat ini sulit mendapatkan BBM bersubsidi jenis solar karena telah terjadi pendistribusian yang tidak tepat sasaran. Artinya, pihak pengusaha stasiun BBM bersubsidi seperti SPBN, SPDN ataupun agen penyalur minyak solar (APMS) yang dikhususkan buat nelayan kecil dibawah 30 GT, justru mendistribusikan kuota solar bersubsidi ke kapal yang berkelas industri diatas 30 GT seperti kapal Fisher.

Hal itu disampaikan Ketua DPP NNC Irwansyah Siregar saat menggelar konfrensi pers menanggapi keluhan nelayan kecil yang semakin sulit mendapatkan BBM bersubsidi jenis solar didaerah tersebut, Kamis (25/7) seusai meninjau beberapa area tangkahan nelayan kecil serta beberapa stasiun pengisian BBM bersubsidi khusus nelayan yang ada di Tanjungbalai.

"Kelangkaan solar bersubsidi bisa terjadi karena pendistribusiannya tidak tepat sasaran. Maksudnya, kuota minyak solar bersubsidi bagi nelayan kecil dialihkan ke kapal industri. Hal itu bisa terjadi karena ulah para beberapa pihak stasiun dengan pengusaha yang ingin memperoleh keuntungan pribadi tanpa memperhitungkan nasib nelayan keci. Ditambah lagi minimnya pengawasan dari institusi penegakan hukum tentang BBM bersubsidi diwilayah Tanjungbalai ini, "ucap Irwansyah.

Dijelaskannya bahwa pada dasarnya ketika mendirikan stasiun BBM bersubsidi untuk nelayan ini, wajib mengajukan permohonan nya dengan persyaratan utamanya dilengkapi data data konkrit nelayan yang berhak diberi subsidi yang semuanya didukung pemerintah setempat seperti Kades/Lurah, Camat dan akhirnya direkomendasikan oleh dinas terkait didaerahnya masing-masing.

"Jumlah stasiun BBM bersubsidi untuk nelayan yang ada di Tanjungbalai sekitar 7 stasiun. Jika demikian, sesuai jumlah stasiun itu sudah cukup untuk nelayan kecil. Kuota solar bersubsidi untuk nelayan kecil pasti terpenuhi dan tidak akan mungkin terjadi kelangkaaan atau kesulitan nelayan kecil untuk memperoleh minyak solar bersubsidi. Namun kenyataan nya, nelayan kecil selalu kesulitan mendapatkan solar bersubsidi," sebutnya.

Tapi sayangnya, sambung Irwansyah, para pemilik stasiun pengisian BBM untuk nelayan lebih banyak ataupun mengutamakan menjual minyak subsidinya kepada kapal yang sudah kelas industri, karena berani membeli jauh lebih tinggi dari skala kecil dengan harga Rp 6.000-Rp 6.500/liter dari harga Het Rp. 5.150/liter. Semestinya, kapal kelas industri itu harus menggunakan minyak non subsidi sekitar Rp. 11.400 per liternya.

"Sebagai contohnya, satu unit kapal Fisher memerlukan 25 -30 ton liter solar per sekali berlayar dengan periode 1 s.d 2 bulan. Menurut data kasar ada lebih kurang 80 unit yang beroperasi periode 6 kali dalam setahun. Jika mereka menggunakan minyak solar bersubsidi, wajar saja jika kuota untuk nelayan berkurang, " ujarnya.

Sementara itu dijelaskannya bahwa berdasarkan dengan Perpres dan UU RI No. 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas menyebutkan bahwa perahu motor yang berhak mendapatkan subsidi BBM adalah 30 GT ke bawah. Setiap pelanggaran Tata Niaga BBM Bersubsidi sesuai UU NO 22 2001 tentang minyak dan gas pada Pasal 51-55, 6 tahun kurungan badan hingga denda 60 milyar.

Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada jajaran aparat penegak hukum seperti TNI AL dan juga Polisi Airud untuk turut serta mengamankan BBM bersubsidi dalam pendistribusiannya agar tepat sasaran sehingga nelayan kecil tidak termarjinalkan.

"Atas nama NNC akan menindak tegas hingga ke meja hukum terkait ulah para pelaku nakal BBM bersubsidi yang sengaja menyalah gunakan penyalurana dan peruntukan solar bersubsidi karena telah mengakibatkan nelayan kecil kesulitan memperoleh solar untuk bisa berlayar beraktivitas membutuhi kehidupannya," pungkas Irwansyah menutup konfrensi persnya. (RS/MK)
Share:
Komentar


Berita Terkini