![]() |
Dirman Rajagukguk masyarakat adat Desa Tukko Ni Solu, Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba, Sumatra Utara. Divonis 3 tahun penjara karena dituduh menduduki Kawasan Hutan Negara.(Foto/istimewa). |
Toba, metrokampung.com
Vonis 3 tahun penjara bagi Dirman Rajagukguk warga Desa Tukko Ni Solu, Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba, Sumatra Utara. Dia ditahan oleh pihak Pengadilan Negeri Balige dengan tuduhan telah menduduki Kawasan Hutan Negara tanpa hak.
"Tepat tanggal 16 Agustus sore, saya dihubungi katanya ayah dipenjara. Kemudian tanggal 26 sidang di Pengadilan Negeri Balige dan itu katanya sidang ke-3.
Saya heran, apa mugkin langsung sidang ke-3 sementara sidang pertama dan kedua tidak ada. Lalu tanggal 6 Oktober ayah mendapat putusan 3 tahun penjara," Kata Elfrida, Putri Dirman Rajagukguk dalam keterangannya melalui zoom bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Kamis (10/11/2022).
Dirman Rajagukguk, seorang petani warga Desa Tukko Ni Solu yang mendapat perlakuan tidak wajar dan kriminalisasi dengan tuduhan menduduki Kawasan Hutan Negara. Padahal, mereka telah menduduki dan beranak pinak dari tanah adat yang mereka kuasai secara turun temurun selama beratus tahun yang lalu.
Menurut catatan AMAN Tano Batak, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ada puluhan bahkan ratusan kasus yang sama. Kasus Dirman Rajagukguk bukanlah hal baru di kawasan Danau Toba, momentum ini mengingatkan kita bahwa masyarakat adat perlu pemahaman, bersinergi dan mendesak Pemerintah Daerah untuk memperoleh pengakuan atas wilayah adatnya.
Aktivis Masyarakat Adat, Abdon Nababan mengatakan bahwa status kawasan hutan di wilayah Tano Batak, sebagian besar belum mempunyai kedudukan hukum yang tetap. Jadi untuk menghindari kasus - kasus kriminalisasi yang sama, masyarakat adat harus memastikan wilayah adat yang diduduki oleh perusahaan sudah berkedudukan hukum yang tetap dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Ada berita acara tata batas yang sudah ditandatangani pemilik ulayat adat. Kalau itu tidak ada, sesungguhnya kriminalisasi itu tidak sah, kehadiran perusahaan itu tidak sah," terang Abdon.
Menurutnya, Kasus Dirman Rajagukguk adalah penderitaan seluruh masyarakat adat Tano Batak. Paling tidak masyarakat adat harus saling bergandengan tangan sebagai buktikan bahwa dia (Dirman Rajagukguk) tidak sendiri.
"Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menunjukkan bahwa kehadiran perusahaan itu adalah bentuk penjajahan dan perampasan atas hak ulayat yang harua kita lawan secara bersama - sama," katanya.
Selain itu, pasca putusan MK 35 tahun 2012, Pemerintah Kabupaten punya kewenangan untuk memulihkan masyarakat adat sebagai subjek hukum dan itu yang belum dilakukan hingga saat ini.
"Jadi, untuk mencegah untuk mencegah kriminalisasi kedepan, pemerintah kabupaten harus segera melakukan tugasnya, menginventarisasi, mengidentifikasi dan juga menetapkan keberadaan masyarakat adat sebagai subjek hukum sehingga masyarakat punya legal standing," pungkasnya.(HL/MK)