Sitorang, metrokampung.com
Vendor pelaksana proyek Perbaikan Revertment/Tanggul Sungai dan Pembangunan Chek Dam Sungai Bolon Desa Sitorang Kabupaten Toba Provinsi Sumatra Utara CV Rimba Nusantara Dituding menggunakan BBM solar bersubsidi serta material Illegal.
Ketua Aliansi Wartawan Anti Korupsi (AWAKI) Pangontangan Sinaga, ST mengungkap adanya dugaan praktik ilegal dan korupsi pada proyek Pembangunan Chek Dam oleh Perum Jasatirta I bersama vendor pelaksana, Sabtu (1/11/2025).
Proyek konstruksi yang menelan biaya Rp 5.543.832.000,- itu, menurutnya, sejak September hingga November 2025, vendor pelaksana proyek, CV Rimba Nusantara, diduga menggunakan BBM solar subsidi untuk mengoperasikan alat berat dan kendaraan proyek. Estimasi penggunaan mencapai sekitar ±30 ton solar, atau rata-rata 500 kilo gram per hari selama 2 bulan.
Padahal, sesuai aturan, proyek konstruksi skala besar wajib menggunakan BBM industri, bukan solar subsidi yang hanya diperuntukkan bagi UMKM dan transportasi masyarakat. Praktik ini dinilai berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga miliaran rupiah akibat selisih harga BBM industri dengan subsidi.
Selain dugaan penyalahgunaan solar, juga menemukan indikasi korupsi material berupa pasir dan batu yang berpotensi menurunkan kualitas konstruksi dan daya tahan konstruksi yang dibiayai menggunakan anggaran negara melalui Perum Jasatirta I.
Praktik tersebut diduga melibatkan sejumlah pihak internal maupun konsultan proyek, Agrinas Palma Nusantara selaku konsultan konstruksi serta Perum Jasa Tirta I selaku pejabat pembuat komitmen,"ungkapnya.
Penyalahgunaan BBM bersubsidi oleh perusahaan konstruksi dapat terjadi untuk menekan biaya operasional, karena harga BBM bersubsidi jauh lebih murah. Potensi ini menyebabkan kerugian bagi masyarakat yang seharusnya menjadi penerima manfaat langsung, seperti petani dan nelayan, karena kuota BBM bersubsidi yang terbatas. Hal ini juga melanggar hukum dan dapat dikenai pidana, "ungkap Manuala Tampubolon, SH MH.
"Potensi perusahaan konstruksi memakai BBM bersubsidi untuk menekan biaya operasional. Perusahaan konstruksi lazim menggunakan banyak alat berat yang membutuhkan bahan bakar. Dengan menggunakan BBM bersubsidi, mereka dapat mengurangi biaya pengeluaran secara signifikan".
Penyalahgunaan BBM bersubsidi untuk proyek konstruksi dianggap melanggar hukum, terutama Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, dan bisa berakibat pidana. Potensi material ilegal memakai BBM bersubsidi terjadi melalui penimbunan, bisa saja melakukan penimbunan BBM bersubsidi untuk digunakan secara ilegal atau dijual kembali kepada pihak lain.
SPBU yang memfasilitasi penyalahgunaan ini dapat dijerat pidana sebagai pihak yang membantu penimbunan BBM ilegal, seperti diatur dalam Pasal 56 KUHP. Penggunaan BBM bersubsidi secara ilegal oleh perusahaan konstruksi menunjukkan bahwa rantai pasok BBM bersubsidi mengalami kerusakan dan tidak berjalan sesuai tujuannya.
Sanksi pidana: Pelanggaran ini dapat dikenai ancaman pidana hingga 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp60 miliar, berdasarkan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Pelanggaran Perpres: Hal ini juga bertentangan dengan Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, yang membatasi pengguna BBM bersubsidi untuk rumah tangga, nelayan, dan usaha kecil.
Perum Jasa Tirta I melalui (Iko) saat di hubungi melalui celularnya menegaskan, tidak di benarkan memakai BBM bersubsidi, harus memakai BBM industri. "Jika benar terjadi, mohon dokumenya diserahkan bang, "kata Iko".(*/r)


